Hak Konsumen Perumahan

Tiap warga negara berhak hidup sejahtera, memiliki atau menempati hunian yang nyaman, aman, dan berlokasi jauh dari kawasan rawan atau sumber bencana. Tujuan itu menjadi harapan tiap individu mengingat tempat tinggal (papan) merupakan kebutuhan dasar manusia, selain sandang dan pangan.

Kepesatan pertumbuhan penduduk Kota Semarang yang berimplikasi pada peningkatan kebutuhan akan perumahan, menjadi sisi positif bagi peluang bisnis properti atau perumahan. Seseorang atau sekelompok bisa membuat perusahaan berbadan hukum, atau perorangan untuk membangun perumahan, dengan imbuhan beragam nama modern, seperti regency, cluster, dan sebagainya.
Ilustrasi : kapling siap Bagun 

Saat ini, banyak orang/ developer memburu lahan kosong, kemudian membaginya dalam beberapa kaveling, dan selanjutnya membangun rumah. Persoalannya, pembangunan perumahan kadang tidak dilengkapi fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman sudah secara detail mengatur hak dan kewajiban pengembang.

Hal itu menyebabkan kualitas perumahan dan bangunan tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik dari segi kenyamanan maupun keamanan. Terlebih bila kita mengaitkan dengan aspek pemenuhan segi kenyamanan. Padahal, pembeli rumah berharap menempati bangunan yang aman, tahan lama dalam arti tidak butuh perawatan berat, dan nyaman.
Prospek cerah bisnis perumahan mempengaruhi kebutuhan akan lahan kosong. Seharusnya, dalam mewujudkan proyek perumahan, pengembang wajib memperhatikan beberapa persyaratan, antara lain persiapan teknis, ekologis, dan administratif. Hal terpenting adalah pemenuhan kelengkapan sarana dan prasarana. 

Pengundangan baru peraturan daerah, mengamanatkan developer wajib memiliki tanah seluas 1 hektare untuk bisa membangun perumahan. Tanah seluas itu tidak semua untuk bangunan karena 40% harus diplot untuk lahan membangun fasilitas umum. Tapi developer pasti berhitung bahwa kebijakan itu akan mengurangi margin keuntungan mereka.
Karena itu, pengembang cenderung memilih menjual kaveling siap bangun. Mereka membeli sebidang tanah lalu membagi dalam luasan tertentu, sebagai kaveling-kaveling yang pasti  lebih cepat terjual. BPN sebenarnya sudah mengatur, dulu pembatasan pemecahan sertifikat tanah bisa sampai 20 kaveling, sekarang ada pembatasan maksimal 5 kaveling. 

Penegakan Hukum

Terkait keterwujudan perumahan yang manusiawi, dalam arti dilengkapi fasilitas umum dan fasilitas sosial, Pemkot Semarang perlu memperhatikan beberapa hal, sehubungan dengan kewajiban pengembang. Pertama; penyiapan kawasan siap bangun harus mendasarkan pada rencana tata ruang atau regulasi induk. Pemda harus tegas menjatuhkan sanksi bila pengembang melanggar regulasi itu.
Tipe Perumahan harus sesuai Peraturan
 Kedua; konsumen harus mendapat jaminan hukum. Keterjaminan itu antara lain menyangkut kelayakan, keamanan (konstruksi), kecukupan luas minimal, dan pemenuhan aspek kesehatan. Kaitannya dengan pranata, rumah harus dibangun di atas lahan sesuai peruntukannya, atau sesuai dengan tata guna tanah (land use).
Hal lain, menyangkut legalitas tanah, perizinan, dan aspek keamanan dari faktor bencana (banjir, erupsi gunung, longsor), tidak berada di daerah yang terkena pengaruh efek saluran udara tegangan ekstratinggi (SUTET), daerah sempadan sungai, atau termasuk kawasan khusus semisal kawasan militer.

Kita perlu mengapresiasi gagasan Komisi C DPRD Kota Semarang sehubungan dengan penerapan sanksi denda Rp 5 miliar bagi pengembang nakal, antara lain memberi janji palsu kepada konsumen tentang kelengkapan sarana dan prasarana, utilitas tentang sistem ekologi dalam perumahan, sistem drainase, dan kualitas bangunan (SM, 22/05/11).
Persoalannya adalah kembali pada konsistensi penegakan hukum mengingat sebenarnya sudah ada sejumlah regulasi yang mengatur hak dan kewajiban pengembang. Realitasnya, masih banyak developer tidak memenuhi kewajiban mereka. (10 )

Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/10/208097/10/Hak-Konsumen-Perumahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran anda adalah cambuk motifasi penulis