Intensifikasi Retribusi Parkir



Penerimaan rutin daerah mengandalkan pendapatan asli daerah, subsidi pemerintah pusat, dan pendapatan lain. Beberapa sumber pendapatan itu dapat mengindikasikan kemampuan keuangan dari suatu daerah otonomi. Salah satu pendapatan daerah yang bisa meningkatkan secara signifikan PAD adalah retribusi parkir.
Mobilitas tinggi kota Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah ber-dampak pada tingginya kebutuhan akan transportasi, termasuk kebutuhan lahan parkir. Hal itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk meraup rupiah dari lahan publik (res communis) tanpa memedulikan dengan dampak sosial yang timbul.
Pemberian fasilitas lahan parkir dengan dalih memberikan pelayanan kepada masyarakat pada kenyataannya jadi peluang bisnis oknum tertentu yang memiliki kekuasaan dan berpengaruh dalam lingkungan perkotaan. Akibatnya, tujuan me-ningkatkan PAD dari penerimaan retribusi parkir tak pernah tercapai.
Ada makna mendasar dalam tata kota di Semarang mengenai sistem perparkiran, hal ini berkait cara pandang Pemkot dan masyarakat tentang ketersediaan lahan parkir, baik  on street parking (parkir di badan jalan) maupun off street parking (di dalam gedung). Kemunculan lahan parkir ilegal adalah wujud perampasan res communis kendati cara pemanfaatan ruangnya berbeda. Faktanya, sebagian masyarakat tidak begitu peduli atas ’’penguasaan’’ lahan oleh pihak tertentu. Masyarakat menganggap lahan atau ruang yang tidak digunakan secara maksimal merupakan res nullius (lahan tidak berpenghuni).

TANTANGAN DESA BERDIKARI



Ilustrasi
OBSESI Gubernur Ganjar Pranowo membangun kemandirian desa, sebagai salah satu pengejawantahan visi membangun provinsi ini supaya berdikari, tepat. Pasalnya, sebagian besar wilayah Jateng terdiri atas desa (lebih dari 7.800 desa), dan mayoritas (sekitar 65% dari 32,7 juta penduduk) warga tinggal di desa.
Ditambah lagi, kebanyakan kaum marginal dan tertinggal (miskin) di provinsi ini berstatus sebagai masyarakat desa. Data BPS memperlihatkan, jumlah penduduk miskin di Jateng 4,7 juta orang, 2,8 juta diantaranya penduduk desa sehingga sudah semestinya fokus pembangunan diarahkan ke desa.
Pada era Gubernur Bibit Waluyo, perhatian terhadap desa diwujudkan melalui slogan Bali Ndesa Mbangun Desa, meski tingkat keberhasilannya masih diperdebatkan. Penjelasan visi Ganjar, hakikat membangun Jateng berdikari adalah mewujudkan daerah yang berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.
Bila konsep tersebut dibawa ke konteks desa maka konsep pembangunan desa hendaknya tak sekadar dimaknai dari aspek kemampuan materi/ekonomi tapi lebih luas, yaitu perimbangan kekuatan antara masyarakat dan pemerintah desa dalam menentukan arah dan tujuan perubahan sosial serta pembangunan jati diri masyarakat desa.