Ini 9 Mitos mengenai Parkir Kendaraan



Dokpri: Kondisi Perparkiran
Manajemen parkir menawarkan ruang diskusi yang luas dan sangat terbuka. Menirukan langkah langkah yang telah terbukti sukses sesuai kondisi spesifik untuk penyelesaian masalah untuk tempat lain adalah suatu asas kemanfaatan dari ilmu pengetahuan. Termasuk masalah parkir perlu adaptasi pada kondisi spesifik untuk solusi solusi yang di usulkan harus sesuai kondisi yang ada. Ini seperti membuat manajemen perparkiran tergantung dari kondisi geografis, budaya, sosial, politik dan ekonomi.

Seringkali pemangku kepentingan  terkena imbas atas kebijakan parkir yang telah mereka buat, banyak alasan dan protes oleh sebagain masyarakat, dan bahkan harus ada yang kehilangan nyawa karena kebijakan ini. Dapat dibayangkan bahwa dengan perbedaan kondisi yang ada masyarakat akan memberikan pandangan pandangan yang lain mengenai parkir. Dan ini yang terjadi di negara Indonesia, adapun mitos itu diantaranya:


1. Kota kota yang sukses yaitu yang menyediakan ruang pakir  berlimpah


Coba bayangkan bagaimana jika ruang parkir di perkotaan ini melimpah, kemungkinan yang terjadi adalah peningkatan volume kendaraan yang tinggi yang berdampak pada kemacetan lalu lintas. Kota yang nyaman adalah kota dalam kesehariannya tanpa ada kemacetan. Seperti kota kota maju mereka lebih nyaman menggunakan public transport ketimbang kendaraan pribadi

2.  Sangat sulit mencari parkir dilingkungan sekitar. Kita perlu membangun fasilitas parkir lebih banyak

Harga tanah di perkotaan yang makin hari makin mahal menjadikan kesulitan dalam mencari titik parkir, pemerintah akan berfikir panjang jika membeli tanah di dalam kota hanya untuk memberikan fasilitas bagi pengguna kendaraan sebagai tempat parkir. Padahal kebayakan masyarakat banyak yang tidak menggunakan kendaraan pribadi.

3. Parkir harus gratis tidak dipungut biaya

Jika parkir gratis pemerintah kota tidak ada pemasukan untuk Penarimaan Anggaran Daerah. Akhirnya fasilitas umum dan sosial tidak dapat di kembangkan karena minimnya anggaran daerah. Ada yang mengatakan juga bahwa parkir yang dikelola para preman adalah sebuah hadiah dari pemerintah untuk meminimalisir adanya kriminalitas diperkotaan.

4.  Semua pengemudi mobil di ciptakan sama

Memang pengemudi memiliki hak dan kwajiban yang sama, tetapi ada aturan-aturan yang tidak boleh di langgar. Hal ini sebagai upaya dalam mensukseskan ketertiban di jalan raya.

5. Masyarakat tidak suka berjalan Parkir harus di sediakan persis di depan pintu

Kementrian kesehatan RI menganjurkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan olah raga minimal tiga kali selama seminggu. Jalan kaki juga sangat baik untuk kesehatan tubuh, untuk kulit, jantung dan bisa awet muda. Adapun parkir persis di depan pintu di beberapa tempat perbelanjaan seperti Super Market, Mall, Hotel harus mengeluarkan uang tambahan, karena pengelola pasti akan membedakan harga titik parkir.

6.  Mengurangi ruang parkir mengakibatkan orang berputar-putar mencari parkir

Pengendalian titik parkir diperkotaan akan menjadikan orang kesulitan mencari lokasi parkir, ini kelemahan di negera berkembang seperti Indonesia. Para pengendara kendaraan pribadi belum diberikan informasi mengenai zona parkir, titik kosong parkir, maka yang terjadi kejengkelan karena mereka berputar dan berputar terus mencari lokasi parkir. Di negara Jepang, Korea China sudah menerapkan adanya Zonasi pakir dan informasi titik parkir yang kosong.

7.  Seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang berpenghasiulan rendah, membutuhkan parkir

Benar parkir sangat dibutuhkan siapapun khususnya bagi mereka yang memiliki kendaraan pribadi

8. Tidak perlu banyak ruang parkir, seandanya angkutan umum berfungsi dengan baik

Bagi sebagaian besar masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi akan berfikir bahwa dari pada membuatkan lokasi kantong parkir, mending di bangun fasilitas sosial dan umu, termasuk taman taman agar para pejalan kaki dapat duduk santai disitu.

9. Parkir sangat membosankan dan tidak penting

Bisa jadi parkir menjadi hal yang menjengkelkan, kisah ini seperti yang di ceritakan sahabat penulis namanya Joko. Siang itu Joko sedang mengurus dokumen dokumen organisasi . Karena ada beberapa dokumen yang masih kurang, maka Joko pergi mencari tempat di Komplek Foto Copy “ Berapa mas habisnya tanya Joko, Lalu mas Foto Copy manjawab 500 rupiah pak. Setelah itu Joko kembali Ke Mobilnya, suara peluit terdengar dari belakang, ternyata bapak tukang parkir menghampiri dan Joko dikenakan biaya parkir sebesar 2000 rupiah.

Jengkel, sebel dan menggerutu “ Tadi waktu kesini tukang pakirnya tidak ada, giliran mobil kita mau keluar tukang parkirnya nongol, niat kerja gak sih”

jika pembaca memiliki mitos lain, silahkan tambahkan pada kolom komentar


Semarang, 27 Juni 2016
Salam

Setiawan Widiyoko

2 komentar:

  1. masih adanya service vallet parking menjadikan pengguna merasa dengan strata lebih tinggi. karena vip parking memudahkan akses serta memberikan kenyamanan tersendiri. harga yg lebih mahal sifat gengsi pengguna muncul. tetapi menjadikan pengguna premium kesulitan mencari tempat parkir

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar sekali ta Umi malika, dalam penelitian yang dilakukan dinegara maju, penentuan lokasi parkir ditentukan dari seberapa besar pendapatan mereka perbulan. seperti vallet parking yang di sediakan pengelola pada titik parkir tepat di depan pintu masuk, depan gedung atau titik parkir yang sangat dekat dengan lokasi tujuan. ini sebuah pelayanan spesial yang penggunanya harus mengeluarkan retribusi berlipat dalam satu transaksi.

      termasuk usia juga mementukan pemilihan lokasi parkir, misal orang yang umurnya sudah lanjut akan memarkir kendaraannya dekat tempat tujuan. penelitian ini pun dibantah oleh masyarakat yang tinggal di negara berkembang, dianggap hasil penelitian ini tidak dapat di pertanggung jawabkan. padahal mereka harus ketahui adalah di Indonesia belum ada konsep park and ride seperti pada negara maju. apa itu park and ride silahkan di baca di posting tulisan saya sebelumnya.

      Hapus

Saran anda adalah cambuk motifasi penulis