Dokpri: Mengabaikan rambu |
Tentu kita sering melihat adanya jalan raya dijadikan lahan parkir, alih-alih untuk peningkatan pendapatan asli daerah. Bahkan parkir menjadi ladang untuk meraup rupiah dilahan publik. Protes ke tukang parkir menjadi lumprah ketika pemilik kendaraan tidak diberikan karcis retribusi, terlebih jika retribusi melebihi yang ditentukan Perda atau yang tertulis dalam karcis parkir itu sendiri.
Pertama: Kebanyakan di tempat kita, mereka yang mendapatkan tempat parkir, adalah yang datang lebih awal, kecuali mereka yang sudah mengkontrak ruang parkir perbulan/pertahun. Biasanya ruang parkir ini masuk dalam kategori parkir khusus menempati off street parking . lebih menjengkelkan lagi jika parkir yang ada sangat terbatas misalkan ada empat ruang parkir, dan ke empat ruang parkir itu pemilik kendaraan berbelanja di pertokoan.
Kedua: Parkir di ruang milik jalan (on street parking) menimbulkan masalah keselamatan dan kemacetan karena menutup satu ada dua lajur, mempersempit ruang jalan menjadi satu lajur, mengurangi jarak pandang dan memaksa pejalan kaki berjalan di tengah jalan apabila fasilitas trotoar tidak tersedia dengan baik. lebih dari itu dapat juga menghalangi akses untuk layanan gawat darurat
Ketiga: minimnya informasi ketersediaan ruang parkir menyebabkan lalu lintas berputar-putar mencari ruang parkir, hal ini akan menambah kemacetan dan polusi udara
keempat: Regulasi parkir tidak sepenuhnya di tegakkan seringkali bersifat informal dan rawan pungutan liar terlebih korupsi
Kelima: Parkir pada fasilitas pekalan kaki (trotoar) jalan sulit di akses oleh orang tua, membawa anaknya di kereta dorong, kaum penyandang cacat dan menyulitkan pejalan kaki secara umum. hal ini akan membuat lingkungan kurang menarik dan mengurangi aktivitas perekonomian, sebaliknya hal tersebut membuat orang semakin bergantung pada mobilnya
keenam: parkir yang murah di ruang milik jalan, baik legal maupun ilegal berakibat pengendara akan memilih parkir di tempat itu ketimbang parkir didalam gedung. akibatnya parkir yang terbatas itu menjadi semrawut dan menimbulkan kemacetan.
ke tujuh: Beberapa kota di indonesia ketakutan akan hilangnya pemasukan dari lahan parkir, dari itulah seringkali kita melihat adanya ruang parkir sisembarang tempat meskipun itu melanggar.
Ke Delapan: Kebocoran parkir diberbagai kota tak lain karena sistem karcis parkir masih menggunakan konvensional, jik pemerintah berani beralih ke parkir on line atau parkir berlangganan kebocoran dapat ditekan seminim mungkin.
Ke Sembilan: Pengendara lebih banyak tidak peduli terhadap rambu larangan parkir, bagi mereka parkir di tempat tujuan lebih menguntungkan karena jaraknya yang dekat tanpa peduli akan timbul kemacetan dan kesemrawutan.
Salam
Setiawan Widiyoko
ke tujuh: Beberapa kota di indonesia ketakutan akan hilangnya pemasukan dari lahan parkir, dari itulah seringkali kita melihat adanya ruang parkir sisembarang tempat meskipun itu melanggar.
Ke Delapan: Kebocoran parkir diberbagai kota tak lain karena sistem karcis parkir masih menggunakan konvensional, jik pemerintah berani beralih ke parkir on line atau parkir berlangganan kebocoran dapat ditekan seminim mungkin.
Ke Sembilan: Pengendara lebih banyak tidak peduli terhadap rambu larangan parkir, bagi mereka parkir di tempat tujuan lebih menguntungkan karena jaraknya yang dekat tanpa peduli akan timbul kemacetan dan kesemrawutan.
Salam
Setiawan Widiyoko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran anda adalah cambuk motifasi penulis