Setiap
warga negara berhak untuk hidup sejahtera, memiliki tempat hunian yang nyaman,
aman, tenang dan jauh dari bahaya bencana, harapan tersebut sudah menjadi
harapan setiap individu. tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar setiap
penduduk, tentunya dengan hal itu sudah seyogyanya pembangunan perumahan harus
benar-benar memperhatikan tentang kondisi lingkungan, kondisi kawasan, serta
memahami dan mengerti dampak atas pembangunan perumahan tersebut. Beragam
tingkatan strata sosial dalam sosial masyarakat mengakibatkan kemampuan
pemenuhan kebutuhan dasar yaitu tempat tinggal, satu sama lain akan berbeda,
hal tersebut dapat dilihat dari pendapatan masyarakatnya, tentunya
pemerintahlah yang akan bertanggung jawab ketika masyarakat belum bisa
mendapatkan rumah dengan alasan masyarakat belum mampu membeli rumah
dikarenakan harga rumah di perumahan tidak terjangkau.
Pertumbuhan
penduduk yang sangat pesat di barengi dengan kebutuhan akan perumahan yang
meningkat pula, menjadi sisi positif bagi peluang bisnis di bidang properti
atau perumahan, mereka yang berbadan hukum atau perorangan beramai-ramai
membangun perumahan, lahan kosong di kaveling-kaveling di komersilkan untuk
mendapatkan keuntungan sebesar besarnya tanpa memperdulikan dampak yang akan
terjadi atas perumahan tersebut, misalnya membangun perumahan tanpa adanya
penunjang fasilitas umum dan fasilitas khusus, sarana prasarana , infrastruktur
yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Meskipun didalam Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan Permukiman sudah diatur
sedemikian rupa, tetap saja masih ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh pengembang bisnis perumahan, semangat penyelenggaraan permukiman adalah
demi kesejahteraan, keadilan,pemerataan kenasionalan, keefisienan dan kemanfaatan,
keterjangkauan dan kemudahan, kemandirian dan kebersamaan, kemitraan ,
keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, Kesehatan, kelestarian dan keberlanjutan, keselamatan, keamanan, ketertiban, dan
keteraturan. Semangat tersebut seyogyanya menjadi dasar pijakan setiap
pengembang perumahan untuk senantiasa berpedoman pada aturan hukum yang
berlaku. Sering kita melihat kualitas
bangunan di beberapa perumahan tidak sesuai dengan standar yang ada, misalnya
kualitas bangunan yang sangat buruk dilihat dari perpaduan semen dan pasir yang
tidak sesuai mengakibatkan bangunan tidak tanan lama serta resiko keselamatan
penghuninya juga tidak bisa dipastikan ,Masyarakat menginginkan memiliki rumah
yang layak huni dan terjangkau, rumah
yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas
bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Maraknya
bisnis perumahan oleh Developer akan sangat mempengaruhi kebutuhan area pada
lahan kosong untuk di bangun. Seharusnya para
pengembang dalam upaya membangunan suatu
area pada lahan kosong
harus memperhatikan beberapa persyaratan yaitu persiapan teknis, ekologis
dan administratif tentunya hal yang paling
mendasar adalah dengan pemenuhan kelengkapan sarana dan
prasarana. Dari lahan atau kawasan
kosong yang sudah dipersiapkan
Dengan munculnya Peraturan daerah yang
mengharuskan setiap pembukaan perumahan baru para pengembang wajib memiliki
tanah seluas satu Hektar, tanah seluas satu hektar tersebut tidak diperkenankan
untuk di dirikan bangunan semua melainkan ada pembangian yaitu 40% untuk
fasilitas umum sisanya 60% untuk bangunan. Bagi para pengusaha perumahan
kebijakan tersebut sangat berdampak buruk terhadap kelangsungan usahanya maka
dari itulah banyak pengembang perumahan saat ini beralih kepada bisnis Kaveling
siap bangun. keuntungan dari bisnis kaveling siap bangun sudah barang tentu
keuntungannya lebih besar ketimbang bisnis perumahan karena bisnis perumahan
tingkat jualnya rendah sedangkan Kaveling tingkat jualnya lebih cepat. Meskipun
di dalam Badan Pertanahan Nasional muncul peraturan baru tentang pembatasan
pemecahan sertifikat tanah jika dulu pemecahan bisa sampai 20 kaveling sekarang
dengan munculnya peraturan baru maksimal pemecahan sertifikat tanah 5 kaveling.
Pengusaha properti juga harus dekat
dengan Notaris dan BPN agar proses pemecahan sertifikat tanah berjalan dengan
cepat, jika normatifnya proses
pengurusan sertifikat 8 bulan sampai setahun maka dengan jalur silaturahim dengan
orang dalam BPN pengurusan bisa satu bulan.
KETEGASAN PEMERINTAH
Perlu
adanya tindakan dari pemerintah Pertama Membuat
dan membuka perumahan baru memang sangat mudah namun hendaknya saat ini
pemerintah harus lebih tegas kepada pengembang dalam hal Pengaturan, pengawasan,
pembinaan sesuai amanat UU No. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan Permukiman, misalnya
mengenai kawasan siap bangun tentunya harus berdasarkan sesuai dengan Rencana
tata Ruang yang ada, meskipun para pengembang sudah mempersiapkan lahan
fisik,batas-batas kaveling saranana dan prasarana serta utilitas umumnya tetap perlu dilakukan
pengawasan. Termasuk pemerintah ber berkwajiban dalam pembukaan lahan baru
untuk perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi
dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih, yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana
tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten. Amanat undang undang memang memang seperti itu
namun dalam pelaksanaan dilapangan masih sangat jauh dari harapan.
Kedua
Konsumen dalam hal ini pemakai harus diberikan jaminan Hukum tentang
perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat 1 dan pasal 10 UU
No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengenai larangan menjual jasa
atau produk yang tidak sesuai dengan standar dan membuat iklan yang tidak benar
sesuai Undang undang. Tentunya Developer harus memberikan tempat tinggal yang
layak, rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan
minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat baik yang bersifat milik maupun bukan milik melalui
cara sewa dan cara bukan sewa. Jaminan hukum tersebut diantaranya kesesuaian
peruntukan dalam tata ruang, legalitas tanah, perizinan serta perumahan yang
aman dari munculnya bencana dan bahaya misalnya sempadan rel kereta api, bawah jembatan,
daerah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Daerah Sempadan Sungai
(DSS), daerah rawan bencana, dan daerah kawasan khusus seperti kawasan militer
By : Setiawan Widiyoko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran anda adalah cambuk motifasi penulis