Agama Islam adalah agama yang komprehensif dan lengkap. Jelas dengan
karakteristik ini Islam memperhatikan seluruh kebutuhan hidup manusia dan
memiliki aturan-aturan untuk seluruh persoalan yang berkaitan dengan kebutuhan
hidup manusia baik secara individu maupun sosial.
Diantara persoalan yang mendapatkan
perhatian Islam hingga kini adalah metode kehidupan sosial dan lingkungan
hidup. Dikarenakan air dan udara merupakan faktor yang sangat signifikan dan
pemanfaatan air serta udara yang bersih dan sehat merupakan salah satu
kebutuhan primer manusia, maka berdasarkan ajaran-ajaran Islam mencemari
kedua unsur ini merupakan tindakan yang haram dan termasuk salah satu dari
dosa-dosa besar. Selain itu hal ini dianggap juga sebagai sebuah tanda
ketidak-syukuran terhadap nikmat Tuhan dan salah satu dari dosa yang tidak
terampuni.
Saat ini, urgensi penjagaan kesehatan lingkungan merupakan salah satu
wacana yang sangat serius dan asasi. Pada hakikatnya, isu-isu seputar ini dan
segala yang dianggap penting dalam masyarakat industri modern saat ini
merupakan isu-isu yang jauh-jauh sebelumnya telah disinggung dan diperingatkan
dalam Islam dan oleh para pemimpin, yaitu 1400 tahun yang lalu. Islam telah
mewajibkan para pengikutnya untuk memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan
dengan hal tersebut dan melaksanakan hukum-hukum individu maupun sosial. Dan
Islam juga menunjukkan metode dan solusi untuk menjaga serta memelihara
lingkungan hidup dan kesehatannya.
Aturan-aturan seperti: Mengkonsumsi segala sesuatu (minum, menghisap)
yang akan membahayakan tubuh manusia, hukumnya haram, kecuali apabila
diperlukan secara darurat; Jangan menyimpan sampah di dalam rumah pada
malam hari, melainkan pindahkan ke luar rumah pada siang hari; Hindarilah
mengotori dan mencemari tepian air yang jernih, di bawah pohon yang tengah
berbuah atau di jalanan; Jika di tangan salah satu dari kalian terdapat
sebuah tunas, sementara hari kiamat telah datang, maka tanamlah tunas tersebut
jika mampu. Dan ratusan aturan-aturan dan saran-saran etika lainnya telah
menyebabkan seorang warga muslim menganggap memelihara dan menjaga lingkungan
hidup dan kesehatan sebagai salah satu dari kewajiban prinsip.
Sebelum melanjutkan pembahasan topik utama, ada baiknya kita perhatikan
hal-hal berikut:
- Agama Islam
memiliki aturan dan perintah-perintah untuk seluruh aspek dan dimensi
kehidupan manusia, dari masalah politik dan pemerintahan yang paling rumit
hingga masalah–masalah individu yang paling mendasar seperti hukum-hukum
yang berkaitan dengan toilet dan kamar mandi. Ini berarti kita mengenal
Islam sebagai agama yang komprehensif, universal dan lengkap, oleh karena
itu kita meyakini bahwa kehidupan sosial dan lingkungan hidup[1]juga merupakan
salah satu dari persoalan yang mendapatkan perhatian agama Islam, dari
dulu hingga kini.Tentunya universalitas Islam ini berarti bahwa filsafat,
maktab dan sistem Islam bisa diperoleh dan direncanakan secara tepat
dengan menyimpulkan unsur-unsur universalitas yang terdapat dalam Islam.[2]
- Berdasarkan
perspektif Islam, manusia diciptakan bukan atas dasar kesia-siaan atau
tanpa makna,[3] bahkan
hukum-hukum sosial Islam pun dirancang berdasarkan pada tujuan dan
filosofi penciptaannya, tentunya hukum-hukum dan aturan-aturan ini
kadangkala muncul dalam bentuk dorongan, ajakan ataupun nasehat-nasehat
yang hanya memiliki dimensi etika dimana terdapat hukuman-hukuman ukhrawi
atasnya, akan tetapi kadangkala ketika berhadapan dengan ketiadaan
perhatian terhadap aturan dan hukum-hukum ini, maka yang akan berbicara
adalah hukuman-hukuman duniawi.
- Terdapat
prinsip-prinsip universal dalam Islam yang bisa menjadi sebuah kewajiban
bagi seorang warga Muslim, seperti:
Dalam Islam, memberantas dan memusnahkan segala sesuatu yang menjadi
kebergantungan generasi manusia, akan dianggap sebagai sebuah tindakan yang
haram, seperti menganiaya sesama, tidak mengkufuri nikmatnya,[4] dan
sebagainya.Dalam perspektif Islam, kegiatan yang memberikan kenyamanan
masyarakat dan dalam rangka menjaga keselamatan mereka, dianggap sebagai sebuah
pengabdian dalam keridhaan-Nya, serta ibadah dan penghambaan kepada-Nya, karena
sesungguhnya tidak ada tujuan lain dalam penciptaan manusia selain ibadah.[5]
Karena perlindungan terhadap lingkungan hidup, memperhatikan kesehatan
lingkungan hidup dan menghindarkannya dari pencemaran merupakan sebuah usaha
dalam rangka menyelamatkan manusia dari kehancuran dan memberikan kenyamanan pada
mereka, maka tindakan seperti ini memiliki keistimewaan (sehingga diletakkan
dalam kedudukan wajib atau mustahab).Akan tetapi Islam tidak hanya mencukupkan
sampai di sini, selain menjelaskan tentang masalah-masalah yang universal,
Islam juga memberikan penekanan pada topik-topik tertentu.
Di sini secara ringkas kami akan mengisyarahkan sebagian dari topik-topik
tersebut:
A. Pencemaran udara
Kita semua telah mengetahui, apabila udara tidak melingkupi seluruh permukaan
bumi, begitu satu bagian dari permukaan bumi kehilangan sinar matahati, maka
bagian ini akan segera mengalami penurunan suhu udara hingga 160 derajat
dibawah nol, dimana hawa dingin tak tertahankan ini akan segera memusnahkan
seluruh eksistensi hidup, karena pada prinsipnya, udara berfungsi untuk
menghalangi bumi dalam mempertahankan hawa panas yang diperolehnya dari
matahari.[6] Selain
itu manusia membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya, dan kebutuhan yang
diperlukannya melalui pernafasan ini akan terpenuhi dengan adanya hawa yang
bersih dan sehat, oleh karena itu memanfaatkan udara yang bersih dan sehat
merupakan salah satu dari kebutuhan primer manusia.
Namun dari sisi yang lain, perkembangan teknologi dan modernitas kehidupan
masyarakat, demikian juga urgensi penciptaan fasilitas-fasilitas baru perkotaan
untuk menjawab kebutuhan masyarakat kota yang semakin hari semakin berkembang,
telah membuat tingkat pencemaran udara semakin tinggi dan secara bertahap kita
menyaksikan juga semakin berkurangnya ruang hijau perkotaan serta terjadinya
pencemaran lingkungan hidup.
Dikarenakan kelangsungan generasi dan masyarakat manusia bergantung pada
kesehatan dan keselamatan masyarakat, maka dengan mengharamkan hal-hal yang
buruk dan tercela serta menghalalkan kesucian dan kebersihan[7],
Islam telah mempersiapkan jalan untuk mencapai tujuan dan sasaran ini.
Seseorang telah bertanya kepada Imam Shadiq As tentang pernafasan dengan
udara yang tercemar dan kebergantungan hidup manusia dengannya. Dalam menjawab
pertanyaan ini beliau mengutarakan sebuah hukum universal yang merupakan solusi
bagi sedemikian banyak problematika dan kesulitan yang ada. Imam bersabda,
“Segala sesuatu yang jika dikonsumsi (minum atau menghisap)akan membahayakan
tubuh manusia, maka mengkonsumsinya adalah haram, kecuali apabila dalam keadaan
darurat.”[8]
B. Limbah
Persoalan urgensi menjaga kebersihan lingkungan hidup merupakan salah satu
topik yang sangat serius dan asasi bagi masyarakat saat ini. Jika menjaga
lingkungan hidup tidak dianggap sebagai kewajiban umum, tidak dianggap secara
serius oleh warga, siapapun bisa mencemari lungkungan hidup, atau limbah serta
sampah-sampah tidak dikumpulkan dengan metode yang benar dan sehat, maka limbah
dan sampah akan menjadi faktor pencemar lingkungan hidup dan pembawa bencana
bagi keselamatan masyarakat.
Sampah dan limbah-limbah menyimpan berbagai mikroba dan menjadi tempat
perkembangbiakan serangga serta berbagai sumber penyakit. Oleh karena itu
Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jangan menyimpan sampah di
dalam rumah pada malam hari, melainkan keluarkan sampah-sampah tersebut pada
siang hari, karena sampah merupakan tempat berkumpulnya setan.”[9]
Demikian juga beliau bersabda, “Jangan mengumpulkan tanah di belakang pintu
(halaman), karena akan menjadi sarang setan.”[10]
Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan setan di sini adalah tempat
berkumpulnya serangga-serangga yang membahayakan, tempat perpindahan dan
perkembangbiakan berbagai macam penyakit.
Dalam sirah dan metode kehidupan Rasulullah saw dan para Imam Makshum As
banyak kita saksikan penekanan beliau terhadap kebersihan dan menyarankan hal
ini kepada para pengikutnya.
Rasulullah saww bersabda, “Tuhan Maha Suci dan mencintai kesucian, Bersih
dan mencintai kebersihan. “[11]
Kewajiban menghindari kotoran manusia dan kenajisannya ketika bersentuhan
dengannya serta kewajiban bersuci dan mencuci segala sesuatu yang terkotori
olehnya, merupakan salah satu layanan ilmiah yang diberikan oleh agama Islam
kepada manusia yang menciptakan kebersihan lingkungan hidup dari pencemaran dan
hal-hal yang najis.
Saat ini kotoran manusia dianggap sebagai pemicu utama dari mayoritas
penyakit-penyakit mikroba dan cacing seperti kolera dan penyakit-penyakit yang
dikenal dengan parasit usus pencernaan yang disebabkan oleh mikroba dan cacing.[12]
Dari sinilah sehingga dalam salah satu hadisnya, Imam Ali As bersabda,
“Rasulullah saww melarang membuang kotoran besar di tepian air yang mengalir,
di dekat mata air yang jernih dan di bawah pepohonan yang berbuah.“[13] Demikian
juga dalam riwayat yang lain dikatakan, “Rasulullah saww melarang manusia
membuang air kecil di bawah pepohonan yang berbuah, di halaman atau di atas air
yang tergenang.[14]
Saat ini dengan adanya perkembangan inovasi, urbanisasi dan meningkatnya
konsumerisasi pada masyarakat perkotaan, pada setiap harinya akan dihasilkan
ribuan ton sampah dimana pengumpulan dan penimbunan serta pembuangannya yang
dilakukan dengan benar dan sehat merupakan hal terpenting dari masalah
kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian lebih banyak.
Dalam perspektif agama Islam dan seluruh agama-agama Ilahi lainnya, jiwa
manusia dianggap memiliki nilai tinggi dan menjaganya merupakan tidakan yang
wajib. Dengan alasan inilah sehingga al-Quran menekankan kepada seluruh Muslim
untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menyebabkan kehancuran diri
mereka sendiri., berfirman, “… dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu
sendiri ke dalam jurang kebinasaan, …” [15]
Almarhum Allamah Thabathbai salah seorang mufassir besar mengatakan, “Ayat
ini mutlak, kesimpulannya pelarangan yang terdapat di dalamnya mencakup seluruh
tindakan-tindakan yang ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan (ifrath dan
tafrith).”[16]
Oleh karena itu, agama Islam tidak memberikan kebolehan kepada siapapun
untuk mencemari lingkungan hidupnya dan selainnya, baik dengan tindakan maupun
perbuatannya, tidak boleh acuh tak acuh terhadap persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan unsur terpenting kesehatan, dan tidak berhak menghilangkan
peluang masyarakat dalam memperoleh kehidupan yang sehat dengan ketidak
pedulian terhadap lingkungan sosial.
Selain itu, berdasarkan kaidah teori “la dharar”, dimana Rasulullah saww
bersabda, “Di dalam Islam, membahayakan dan merugikan diri sendiri maupun
selainnya adalah dilarang. “[17] manusia
bahkan dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas pribadinya tidak boleh sampai
mengganggu apalagi membahayakan orang lain.
C. Ruang Hijau
Iklim perkotaan saat ini telah mengalami perubahan yang yang mencolok
dibawah pengaruh kepadatan dan keterpusatan kegiatan-kegiatan kota dimana
pengkajian wilayah-wilayah kota akan ditinjau secara tertentu dan terpisah dari
iklim wilayah, seperti pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan melalui kurangnya
ruang hijau perkotaan terhadap ekologi kota terutama dalam kaitannya dengan
iklim udara, tanah, air bawah tanah dan …. sedemikian berpengaruh sehingga
unsur-unsur pembentuk dan konstruktifnya benar-benar mengalami perubahan di
lingkungan perkotaan.
Meskipun masalah ruang hijau perkotaan ini tidak dijabarkan dalam bentuk
yang khas dan kekinian dalam teks-teks dan literatur-literatur utama agama
kita, akan tetapi topik ini berada dibawah subyek yang lebih universal, seperti
penanaman pohon, mendorong masyarakat untuk melakukan penghijauan dan melarang
penebangan pepohonan, dimana hal ini menghikayatkan kepedulian dan perhatian
agama Islam terhadap masalah ini.
Dalam kaitannya dengan masalah ini Rasulullah saww dalam salah satu
hadisnya bersabda, “Jika kiamat telah tiba dan terdapat sebuah tunas di tangan
salah satu kalian, maka tanamlah tunas tersebut jika mampu.”[18] Dalam
melarang dan menegur mereka yang menebangi pepohonan dan menghancurkan
sumber-sumber daya alam serta lingkungan hidup, Rasulullah saww bersaba,
“Siapapun yang memotong pohon Sadr, maka ia akan terpuruk ke dalam api
jahannam.”[19]
Oleh karena itu berdasarkan hukum perlindungan dan kepedulian terhadap
sumber daya alam dan hutan cadangan negara, tidak ada seorangpun atau bahkan
instansi atau lembaga-lembaga pemerintahan ataupun swasta manapun yang berhak
merusak sumber daya nasional, dan Departemen Pertanian berkewajiban untuk
menjaga sumber-sumber serta kekayaan negara ini.[20] Dalam
fikih Islam pun terdapat aturan dan undang-undang yang mencegah masyarakat dari
mempergunakan kepemilikan umum dan pemerintah, aturan-aturan ini bersumber pada
aturan-aturan Ilahi dan al-Quran al-Karim, “Mereka menanyakan kepadamu
tentang al-Anfâl[21] (harta
rampasan perang dan setiap harta yang tak berpemilik). Katakanlah, “Al-Anfâl
itu kepunyaan Allah dan rasul. Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan
perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya
jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”[22]
Oleh karena tu bisa dikatakan bahwa merusak dan menghancurkan segala
sesuatu yang termasuk dalam sumber daya nasional bisa dikatakan tidak sesuai
syari.
Selain di dunia tempat kita hidup terdapat ribuan faktor-faktor penting
lainnya yang saling bekerjasama supaya manusia bisa memperoleh manfaat.
Ketiadaan salah satu dari mereka ini akan memperhadapkan manusia pada berbagai
dilema kehidupan yang sangat serius. Tuhan Yang Maha Tinggi telah menciptakan
kenikmatan-kenikmatan di dunia dalam bentuk makanan, minuman dan segala yang
memberikan kesejahteraan dan kenyamanan hidup bagi manusia dan berdasarkan
ajaran-ajaran al-Quran al-Karim manusia tidak dilarang untuk memanfaatkan dan
merasakan kenikmatan-kenikmatan hidup tersebut, akan tetapi mereka dilarang
dari menyia-nyiakan, merusak dan memanfaatkannya secara tidak tepat,
berfirman, “Hai anak cucu Adam, …, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.”[23]
Kesimpulan:
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup,
dengan memperhatikan kenaikan tingkat pencemaran udara dan … serta
dampak-dampak yang ditimbulkannya dalam tubuh, maka wajib bagi seluruh warga
–baik dari kalangan pejabat, aparat pelaksana, maupun masyarakat awam secara
individu maupun sosial- untuk memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan
dengannya, karena manusia tidak bisa terleoas dari masyarakat dan komunitas
dimana dia hidup, dan kepedulian atau ketakpedulian terhadap aturan-aturan
kesehatan akan berdampak pada keselamatan seluruh individu masyarakat. Seluruh
masyarakat juga harus memperhatikan aturan-aturan dan undang–undang umum.
Majemuk dari undang-undang inilah yang akan menjamin kesehatan sosial dan
mengantisipasi kerusakan lingkungan hidup. [Terjemahan makalah Ayatullah Hadawi
Tehrani]
[1] .
Yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan yang ada di sekitar
kita, yang menjadi titik perhatian terutama kondisi-kondisi yang memberikan
pengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
[2] .
Untuk memperoleh informasi lebih lanjut, rujuklah: Maktab wa Nedham
Iqtishadi-ye Islam, Hadaei Tehrani, Mahdi, hal. 19-51.
[3] .
Qs. Al Mukminun: 115, “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?”
[4] .
Memanfaatkan nikmat-nikmat Ilahi yang diciptakan oleh Tuhan untuk para
hamba-Nya untuk keselamatan manusia, kesejahteraan dan kenyamanannya, memiliki
tempat tersendiri. Konsekuensitas minimal yang dimiliki oleh manusia berhadapan
dengan nikmat-nikmat yang diperoleh dari-Nya adalah memanfaatkan nikmat-nikmat
tersebut untuk kebutuhan penyempurnaan fisik dan spiritual dirinya dan
selainnya. Jika manusia mencemari udara yang sehat, atau mengubah air jernih
dan suci yang diturunkan-Nya dari langit, “… dan Kami turunkan dari langit air
yang dapat menyucikan.” (Qs. Furqan: 48) yang mengalir ke permukaan tanah dan
menjadi unsur penting dalam kehidupan manusia menjadi cairan yang berbahaya,
maka tindakan ini merupakan pemanfaatan yang tidak benar terhadap nikmat-nikmat
Ilahi, dan dikatakan pula sebagai tindakan yang mengkufuri nikmat.
[5] .
Qs. Adh-Dhariyat: 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
[6] .
Niyazmand, Yadullah, I’jaz Quran az Nadhar Ulum-e Imruzi, hal. 131.
[7] .
Qs. Al-A’raf: 157, “… menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”
[8] . Tahaful
Uqul, hal. 337.
[9] .
Muhammad Rey Syahri, Muhammad, Mizanul Hikmat, jil. 13, hal. 6340.
[10] .
Ibid.
[11] .
Ibid.
[12] .
Neilfarusyan, Muhammad Ali, Dharabi, Jalil, Mir Fatahi, Muhammad Baqir, Behdasyt,
hal. 20.
[13] .
Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, jil. 17, hal. 170.
[14] .
Hurr Amuli, Wasail Asy-Syiah, jil. 1, hal. 228; Majlisi, Muhammad
Baqir, Biharul Anwar, jil. 77, hal. 169.
[15] .
Qs. Al-Baqarah: 195.
[16] .
Thabathabai Muhammad Husain, Al-Mizan, jil. 2, hal. 93-180.
[17] .
“Ladharar wa la dhirar fil Islam”, Syeikh Shaduq, Man La Yahdhuruhul
Faqih, jil. 4, hal. 334.
[18] . Nahjul
Fashahah, hal. 113.
[19] . Kanzul
Ummal, jil 3, hal. 894. Tentunya mengenai riwayat ini dan kandungannya,
para peneliti mengatakan bahwa pohon sade mengarah pada pohon sadr yang ditanam
di Karbala sebagai tanda makam Imam Husain As. Bagaimanapun juga
pelarangan untuk menebang pepohonan secara universal bisa diperoleh dari
riwayat-riwayat yang ada dalam teks-teks agama.
[20] .
Manshur, Jahangir, Majmu’eh Qawanin dan Muqarrarat-e Huquqi, hal. 921-924.
[21] .
Menurut pandangan fikiq Syiah yang termasuk dalam anfal antara lain adalah:
1. Tanah-tanah
mati.
2. Ladang-ladang
yang tak bertuan.
3. Puncak-puncak
gunung, lereng dan hutan-hutan.
4. Harta
rampasan yang diperoleh oleh para mujahid tanpa seizin Imam.
5. Harta
warisan seseorang yang tidak memiliki ahli waris.
6. Tambang-tambang.
7. Lautan
dan jalanan.
8. Khumus
dari harta kekayaan yang merupakan hak milik Imam dan anfal.
[22] .
Qs. Al-Anfal: 1.
[23] .
Qs. Al-A’raf: 31.
By : Mohammad Adlany
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran anda adalah cambuk motifasi penulis