Reklamasi dan Sindrom Tata Ruang

Asem Arang atau kota Semarang yang sekarang menjadi kota metropolitan yang penduduknya lebih dari 1,5 juta jiwa, sebutan lainnya adalah sebagai kota atlas. Diantara kota-kota di Indonesia. semarang yang paling Unik karena secara geografis kota semarang terbagi dalam dua wilayah, yaitu semarang atas dan semarang bawah. Sehingga nampak sekali berbukit-bukit apabila dilihat dari Semarang atas. Jika kita kembali kemasa lalu maka kota semarang dibagian bawah sangat indah sekali, sungai-sungai yang bersih, perahu-perahu kecilpun dari pelabuhan dapat melewati sungai tersebut sampai jembatan berok pasar johar. Peninggalan kota lama yang sekarang mangkrak menujukkan bahwa 200 tahun yang lalu kota lama pernah ada kehidupan, keramaian dalam kerukunan bermasyarakat.

Tetapi sekarang ini kondisinya sangat memprihatinkan kota lama ditinggalkan para pemiliknya dikarenakan seringnya terjadi rob disaat turun hujan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada yang salah dalam perawatan, pelestarian dan perencanaan dalam pengembangan maupun pelestarian kawasan tersebut. Beberapa kebijakan pemerintah tentang perencanaan perkotaan di kota Semarang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hierarki bentuk perkotaan.
Permasalahan yang pertama Kebijakan Reklamasi pantai disebelah utara kota Semarang ( pantai marina) sangat berdampak besar terhadap perubahan kondisi lingkungan pada daerah sekitar maupun area tersebut. Sebelum direklamasi areal tersebut merupakan areal untuk penampungan air, sehingga dengan reklamasi pantai tersebut, air yang seharusnya tertampung sekarang mencari dataran yang paling rendah akibatnya Rob/ banjir masuk kepermukiman.
Permasalahan kedua tentang alih fungsi lahan dataran semarang atas yang merupakan kawasan lindung, disisi lain daerah tersebut digunakan sebagai daerah resapan air. Disaat hujan tiba, air yang jatuh dikota semarang seharusnya dapat tertampung sementara didaerah semarang atas yang selanjutnya mengalir melalui tanah atau yang disebut air bawah tanah (ABT), yang selanjutnya akan mengalir kedataran lebih rendah. Beberapa persoalan tersebut yakni karena kebijakan pemerintah yang memberikan Izin kepada para Investor yang memiliki modal besar untuk mengembangkan daerah semarang atas untuk dikepras bukitnya yang selanjutnya dipergunakan untuk menguruk / mereklamasi pantai. Ujung-ujungnya adalah membuat permukiman baru di kawasan yang di kepras maupun yang di Reklamasi dengan harga jual tanah yang sangat tinggi. Hal tersebut sangat merugikan rakyat dan mengorbankan lingkungan. Memberikan izin pengembangan didaerah semarang atas dengan cara pengepras bukit ibarat kita menyulut bom waktu, dapat kita rasakan akibat dari kebijakan tersebut yang saat ini sudah dirasakan oleh warga kota semarang, yaitu ketika terjadi hujan 4-5 jam kota semarang bagian bawah terkena dampaknya, karena air sudah tidak bisa tertampung didataran atas kendati sudah dijadikan permukiman. Air Run Off atau air larian disaat hujan akan langsung mengalir didataran rendah karena daerah resapan yang berkurang, sehingga air cepat sekali turun kebawah masuk kesungai-sungai. Anehnya lagi sungai dikota semarang tidak dapat berfungsi secara sempurna karena pendangkalan, dan pemerintah kota semarang tidak ada tindakan yang serius untuk memperbaiki kondisi sungai dikota Semarang. Sebuah contoh pada tahun 2005 sekitar bulan Januari semarang terguyur Hujan hingga berjam-jam akibatnya daerah semarang Bawah ( Semarang Utara, Genuk, kali gawe, sawah besar terkena banjir hingga ada yang sampai 1,5 m. Dengan kondisi tersebut sesegera mungkin pemerintah kota semarang mengeluarkan kebijakan untuk meninggikan jalan raya kaligawe juga jalan-jalan yang sudah menjadi langganan Rob/ banjir dengan menggunakan dana APBD yang didukung juga dengan dana APBN. Pasca peninggian tersebut saat ini Rob/banjir berpindah kepermukiman warga.
Pemerintah kota semarang dalam dua periode kepemimpinan tidak ada perubahan dalam penyelesaian Rob/banjir dikota semarang. Pengambil kebijakan seharusnya merenungkan kebijakan-kebijakan yang pernah diambil dalam rangka perencanaan kota Semarang. Pengrepasan bukit yang dilakukan oleh Investor dengan membayar pajak yang tinggi kepada pemerintah kota Semarang, apakah biaya tersebut sudah dapat mencukupi biaya penaggulangan Dampaknya ( Banjir, Rob, Longsor). Menurut saya tidak cukup, sehingga masyarkat kota semaranglah yang membayar semua dampak kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan tersebut. Tidak adil bagi masyarakat semarang bawah, tidak berbuat tapi bertangung jawab untuk meninggikan rumah mereka ketika sudah menjadi langganan Rob, biaya rata-rata dalam meninggikan rumah kurang lebih 100-600 juta. Jika kita renungkan kembali dalam alenia ke IV dan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 amandemen ke empat menyatakan ” Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” artinya bahwa kekayaan di kota semarang dikuasai pemerintah kota semarang , tetapi yang terjadi dikota semarang pembangunan dan pengembangan suatu wilayah peruntukannya lebih diperioritaskan kepada beberapa orang untuk memperkaya dirinya, Hal ini jelas melanggar Hukum. Disampaikan Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik dalam bukunya Hukum Tata Ruang ”Upaya ekploitasi daya alam yang bijaksana adalah kunci dalam pengelolaan, pengambilan dan pemanfaatan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan. Dalam hal penguasaan negara atas sumber daya alam. Kwajiban negara untuk melindungi dan melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup secara utuh dan menyeluruh. Artinya pembangunan yang bernuansa pemanfaatan sumber daya alam khususnya, harus diarahkan kedalam kerangka kepentingan sekarang dan masa yang akan datang”
Berharap dengan pemerintahan kota Semarang yang baru dapat memberikan perubahan, tentunya masalah tata ruang dan penyelesaian ROB yang tak kunjung selesai. Rencana walikota Semarang H. Soemarmo HS, M.SI beserta jajarannya yang akan mengkonsep sebuah alternatif dalam penyelesaian masalah ROB dengan cara membuat DAM lepas pantai dinilai sangat positif, meskipiun progam tersebut sudah lama diwacanakan beberapa tahun yang lalu tetapi tidak ada action yang jelas dengan alasan pendanaan APBD yang tidak cukup. Namun pasca pelatikan walikota dan wakil walikota baru bulan pertama yang mereka fokuskan adalah meninjau lokasi/ kawasan yang terendam ROB. Hal ini sebenarnya yang ditunggu warga kota Semarang akan kepedulian para pemimpin yang turun kelapangan. Semoga progam DAM lepas pantai bukan hanya onani wacana saja persoalannya anggaran 32 Milyar yang diperuntukkan untuk kajian DAM lepas pantai perlu di pertanggung jawabkan( Suara Merdeka, 25 Juli 2009) DAM lepas pantai yang dilengkapi dengan pompa air,yang membentang sepanjang pantai kota Semarang, sehingga apa bila air didalam kota berlebihan dapat digunakan DAM tersebut untuk menyedot air setelah itu dibuang ke laut.
kedua perlu diperhatikan pula adalah perbaikan sistem drainase perkotaan serta pengerukan sungai, karena selama ini sungai-sungai dikota Semarang sudah mengalami pendangkalan dan alih fungsi bisa dilihat saat kemarau sungai tersebut dijadikan lapangan untuk bermain sepak bola bagi masyarakat sekitar sungai, sangat ironis sekali.
Ketiga , Kebijakan-kebijakan Tata ruang lebih memprioritaskan kemanfaatan kepada masyarakat saat ini maupun masa mendatang. Kebijakan yang mempertimbangkan atas AMDAL, RUTRK dan RDTRK. Jangan sampai membuat kebijakan dengan cara merubah PERDA dulu untuk meloloskan sebuah kepentingan Investor.
Semoga dengan walikota yang baru dapat bijaksana setiap pengambilan keputusan. Sehingga persoalan ROB bukan masalah yang menakutkan tetapi sebuah tantangan untuk memajukan kota Semarang ke depan hingga akhirnya dijadikan peluang untuk pemanfaatan infrastruktur sungai, Polder sebagai tempat wisata air.

By : Setiawan Widiyoko
Di muat di Suara Merdeka,  Agustus  2010


2 komentar:

  1. menjadikan semarang lebih hijau sebagai pemanfaatan lahan resapan air mungkin menjadi salah satu jalan untuk menyelesaikan permasalahan ini. harus ada kordinasi berbagai sektor, dengan meninggalkan kepentingan masing2.

    BalasHapus
  2. menjadikan semarang lebih hijau sebagai pemanfaatan lahan resapan air mungkin menjadi salah satu jalan untuk menyelesaikan permasalahan ini. harus ada kordinasi berbagai sektor, dengan meninggalkan kepentingan masing2.

    BalasHapus

Saran anda adalah cambuk motifasi penulis