MENGINTIP TATA KOTA BEIJING (Part 1)

Dokpri: Mesin pembelian tiket Beijing Subway
Pernah dengar November Ceria,  bagiku bulan November tahun 2014 menjadi bulan terpenting, pertama bulan ke galauan, kedua bulan kegembiraan . Dimana pada tanggal 19 – 28 November 2014 , kami mengadakan Learning Journey Ke Beijing dan Malaysia.

Kami ada 18 orang  yang berangkat pada hari itu, mereka adalah dari beberapa kalangan akademisi, praktisi, Konsultaan Perencana,   dan Mahasiswa Magister Lingkungan perkotaan. Kami berangkat dari Bandara Adi Sumarmo Solo Jawa Tengah menggunakan Pesawat Air Asia. Pesawat Berangkat pada pukul 07.00 WIB dan sampai di bandara KLIA 2 pada pukul 10.00 WITA. Bandara KLIA 2, termasuk bandara yang tergolong masih baru, lokasinya di pinggiran berdekatan dengan hutan kelapa sawit. Bandara Ini berbentuk Huruf “H”, karena filosofisnya untuk memudahkan antara keberangkangkatan dan kedatangan baik dari domestic maupun dari manca negara.



Dokpri: KLIA 2
Kami beserta rombongan menuju ruang Bagasi, kami berjalan kurang lebih ada 3 km dari tempat kedatangan. Sesampai di ruang bagasi kami mengambil barang bawaan.selanjutnya kami ke bagian imigrasi untuk di cek Paspor, Visa dan cek barang bawaan.

Selesai cek keimigrasian kami menuju ruang tunggu, karena pesawat ke Beijing berangkat dari KLIA 2 ke Beijing pukul 08.30 WITA. Akhirnya kami menunggu dan menghabiskan waktu hamper enam jam untuk berdiskusi dengan pakar transportasi dan pakar mekanika tanah. Akhirnya waktu suda tiba kamipun menuju pesawat. Kami menggunakan Pesawat Airbus Air Asia dengan kapasitas 450 orang,dan ini pertama kali saya menaikinya.

Dokpri: Kondisi didalam pesawat
Akhirnya pesawat tingal landas, dengan perjalanan tujuh jam di Udara, perut sempat keroncongan dan akhirnya saya meminta kepada pramugari untuk menyiapkan Pop Mie seharga 8 RMB/Yuan dan air mineral seharga 4 RMB. Tepat pukul 03.00 pramugari mengumumkan bahwa suhu udara Beijing pagi ini -2 Derajat celcius, kami di minta untuk menyiapkan segala perlengkapan menghadapi suhu dingin. Tiga puluh menit sebelum mendarat awak pesawat memperingatkan kepada seluruh penumpang untuk menutup hidung, karena didalam pesawat akan di semprot semacam vaksin  untuk menetralisir berbagai macam penyakit. Prosenya kurang lebih lima menit. Setelah asap dari pesawat hilang, kami melihat jendela sebalah kanan, gemerlapnya lampu yang sangat indah dengan kabut yang tidak begitu tebal, kami tersadar ternyata pesawat di atas kota Beijing.

Sampai di Bandara Beijing, kami laporan dulu ke bagian Imigrasi. Kami melihat ada perubahan, dan semua tempat sangat asing bagi kami, mulai dari bahasa dan suhu udaranya. Kami beserta rombongan harus sabar menunggu hingga pukul 05.30 waktu Beijing. Kami sempatkan istirahat sejenak diruang tunggu sembari mengisi perut pakai Pop Mie lagi seharga 4 RMB, minumnya air mineral 2 RMB dan kopi di Strar Buck seharga 36 RMB.

Mie Gelas Beijing harga 4 RMB/Yuan
Menu Pop Mie nya sangat besar, bahkan untuk ukuran saya yang biasa makan nasi banyak. Akhirnya sebagian mie kami berikan kepada teman. Jaringan telekomunikasi kami Mati akhirnya kami mendapatkan jaringan wifi di bandara. Di Beijing kami tidak bisa mengabadikan perjalanan kami di Unggah ke media sosial seperti facebook, Twitter karena pemerintah China memblokir media tersebut, termasuk Searc Engine yang biasa di pakai di Indonesia seperti google, Gmail tidak bisa kita pakai. Mereka lebih memilih produksinya sendiri seperti “BAIDU”

Duduk di kursi ruang tunggu lama lama bosen juga, akhirnya saya bersama temen dari timor leste namanya Tarsizio Dacosta Ribeiro keluar dari Bandara, terlihat di ujung arah pukul 12.00 ada pintu buka tutup otomatis, kamipun berjalan kearah pintu terebut. Setelah pintu terbuka kami berjalan keluar..bbyiiuuhh dinginnnnya, kami langsung memakai penutup kepala, syal dan penutup tangan. Temen saya Riberio menawarkan sebatang rokok yang ia bawa dari Indonesia, kami pun menghisapnya dengan rasa menggigil.

Dokpri: Suasana di halaman luar Beijing Airport
Kami seperti bos saja yang baru datang di negeri orang, seorang sopir taksi berteriak-teriak kepada kami, saya dan Ribeiro bingung, apakah kita punya kesalahan di bandara ini, apa karena kita merekok, diskusi singkat dengan Riberio. Akhirnya kami siaga jikalau sopir taksi ini akan berbuat jahat kepada kami. Untung kami punya bekal Beladiri, Ribeiro mahasiswa bertato perawakan kekar karena hoby nge Gym, sedangkan saya pernah belajar Tarung Derajat AA Boxer dan pernah mewakili Jawa Tengah untuk kejuaraan Daerah.

Sopir taksi makin mendekat, ternyata mereka menawarkan jasa angkut. Kami ngobrol dengan bahasa yang tidak jelas, kita mencoba pakai bahasa Inggris sopir taksi tidak faham, lantas mereka menggunakan bahasa China kami pun tidak faham. Akhirnya kami menggunakan bahasa tarzan dengan gerakan tangan. Senyum dan tertawa lepas kami berempat karena masing masing tidak faham bahasa. Sebelum mereka pergi Ribeiro menghadiahkan rokok kepada mereka, sambil memperlihatkan Indonesia. Sopir taksi itu ternyata tidak mengenal Indonesia, mereka hanya mengenal Jakarta, dan Malaysia, mungkin wajah kami mirip dengan warga melayu di Malasysia.

Dokpri: Moda Transportasi di Beijing
Pembicaraan selesai kami kembali masuk ke ruang tunggu bandara. Ternyata teman-teman lainnya sudah menuggu kami untuk keluar dari Bandara menuju tempat penginapan.  salah seorang rombongan namanya ibu Oely Sidabalok, membagikan peta wilayah kepada kami semua. Semua sudah berkemas dan kamipun berjalan keluar Bandara. Bu Oely ternyata jago bahasa Inggris dan China, capcus banget bicara dengan sopir taksi dan agkutan ketika menyepakati harga dari Bandara ke Penginapan.

Dokpri: Suasana pukul 05.20 di Jalan Tol Beijing (waktu Beijing) 
Dengan membayar 125 RMB kami diantar ke Penginapan. Penginapannya sederhana tapi pengunjungnya harus pesan kamar dulu secara on line jika mau mendapatkan kamar. Akhirnya kami mendapatkan pembagian kamar, dan tepat pukul 07.00 kita harus kumpul di Lobi penginapan, untuk persiapan berangkat ke Temple of Heaven.

Kisah selanjutnya di tunggu postingan yang akan datang.

Salam
Setiawan Widiyoko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran anda adalah cambuk motifasi penulis