Lama tidak muncul di Blogger,
rasanya ada yang kurang, akhirnya saya tersadar bahwa menulis adalah curhatan
hatiku, iya itu sebuah kalimat statemen yang memotivasiku untuk terus menulis.
Jika membaca membuat kita faham maka menulis membuat kita akan lebih hati-hati
apa yang akan kita tulis. Karena tulisan harus dapat di pertanggung jawabkan,
seperti apa yang disampaikan sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Bumi dan Manusia. Pram menyampaikan bahwa “Orang boleh
pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam
masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.
Kala itu senin
(1/6/15) penulis mendapatkan tugas untuk mendampingi Unit kegiatan Mahasiswa
(UKM) Resimen Mahasiswa satuan 908 Unissula Semarang dalam kegiatan Gladi Posko
dan temu alumni di desa Sikunir Dieng Wonosobo. Akhirnya ketemu deh ide menulis tentang sikunir Dieng dan Legenda Dieng, Titisan Kyai Kolo Dete.
Tetenger dalam bentuk dinding, menyambut wisatawan yang berkunjung ke Dieng |
Pergi ke Dieng bagi
saya bukan hal yang pertama karena pada tahun 2005 tepatnya bulan agustus, saya
pernah tinggal dua minggu disana dalam rangka tugas dari tempat KKL (Kuliah
Kerja Lapangan) untuk melakukan survei Proyek RTBL (Rencana tata bangunan dan
lingkungan) Jawa tengah. Saya hampir tau
betul dari sudut kesudut tentang kawasan Dieng, bahkan dinginnya Dieng yang menusuk sampai
ketulang sumsum sampai kami tidak berani mandi.
Kali ini juni 2015
saya kembali ke Dieng lanjut ke desa Sikunir, desa tertinggi di pulau jawa, saya
melihat banyak perubahan disini. Inilah dampak dari RTBL, semangat Penataan bangunan dan lingkungan di Dieng kala itu bertujuan
untuk mengendalikan pemanfaatan ruang dan menciptakan lingkungan yang tertata
dengan baik, berkelanjutan, berkualitas dan menambah vitalitas dalam
peningkatan ekonomi masyarakat
sebagai kawasan
potensial atau wisata. Dokumen RTBL dapat dikatakan
sebagai pemenuhan aspek legal secara hukum karena dokumen ini sebagai dasar
pembuatan Peraturan daerah kabupaten Wonosobo dan Banjar negara untuk
pengaturan kawasan wisata Dieng agar nantinya dapat memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan
dan lingkungan yang berkelanjutan, baik berupa persyaratan tata bangunan dan
lingkungan , peningkatan kualitas hidup masyarakat, perbaikan kualitas
lingkungan dan ruang publik, serta
perwujudan lingkungan dan peningkatan vitalitas
perkonomian.
Sikunir |
Pada saat survei di
kawasan dataran tinggi Dieng 2005 banyak hambatan yang kami dapatkan misalnya
mengenai data yang kami butuhkan. sungguh sangat minim sekali, misalnya
mengenai peta kawasan, peta kelurahan, jumlah penduduk dan data kependudukan,
jaringan listrik, jaringan telp, jaringan air, jaringan transportasi. Akhirnya kami harus menggambar ulang dengan
menggunakan sofware auto cad 2000 untuk peta kawasan,kelurahan dan peta-peta
lainnya. Sedangkan untuk luas lahan kami harus menghitung ulang dengan berdasar
pada jaringan listrik yang di pasang oleh PLN dengan rumus jarak antar tiang/
pal listrik pedesaan adalah 50 meter. Untuk data kependudukan kami harus
berkoordinasi dengan RT/RW untuk mendapatkan data penduduk, data pekerjaan dan data pendidikan setelah
mendapatkan ijin dari pak lurah, karena dulu belum ada data perencanaan tingkat
puskesmas seperti sekarang.
Kami menyadari bahwa
Proyek RTBL memiliki manfaat untuk
mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini, mewujudkan pemanfaatan ruang
secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan kongret sesuai dengan RTRW
(rencana tata ruang wilayah),melengkapi Perda tentang bangunan gedung,
mengendalikan pertumbuhan fisik kawasan, menjamin implementasi pembangunan agar
sesuai harapan dan aspirasi masyarakat serta kebutuhan masyarakat pasca
pelaksanaan pembangunan karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap
semua hasil pembangunan.
Dokpri : Suasana Dieng di Pagi hari |
Di tahun 2005 Kami melihat
banyaknya potensi Dieng sebagai tempat kunjungan wisata dataran
tinggi yang ketinggiannya mencapai 2000 meter diatas permukaan laut dengan suhu berkisar
12-200 C di siang hari dan 6-100 C di malam
hari. Saat itu kami berada pada bulan agustus dengan musim kemarau maka suhu udara nya hampir
mendekati 00 C dan saat pagi hari, muncul
embun beku yang oleh penduduk Dieng di sebut Bun Upas ( embun racun ) karena dapat merusak tanaman kentang, lombok
paprica dan terong belanda.
Dokpri : Lombok Dieng |
Desa Sikunir
Tahun 2005 kami belum
tau jika di Dieng ada desa tertinggi yang di sebut dengan Sikunir atau bukit
Sikunir yang terletak di desa Sembungan dengan ketinggian 2.350 meter di atas
permukaan laut. Sepuluh tahun berlalu saya tidak pernah berkunjung ke Dieng kali ini tahun 2015
perbedaan itu nampak sekali, mulai dari bisnis penginapan, bisnis
makanan,oleh-oleh , pengunjung wisatawan dan adanya perubahan lingkungan di
kawasan tersebut. Bahkan menurut informasi penginapan untuk bulan
agustus dan desember sudah habis di pesan oleh wisatawan manca Negara dan
beberapa dari wisatawan Indonesia.
Pintu masuk desa Sembungan/ Bukit Sikunir |
Kali ini kunjungan
saya berfokus di Sikunir, karena adik adik UKM Menwa membangun tenda di area
Telaga Cebongan. Hal ini bertujuan agar habis subuh dapat mendaki ke bukit
Sikunir untuk melihat indahnya panorama matahari terbit berlatar jernihnya pegunungan
Dieng dan Gunung sindoro, pengunjung menyebutnya dengan desa di atas awan. Untuk
mencapai puncak sikunir kita perlu berjalan kaki kurang lebih 30 menit jika
jalannya lancar,tapi ketika liburan jalan menuju puncak ramainya bukan main,
bisa ribuan orang dari penjuru tanah air yang datang kesana, kita harus antri
satu persatu untuk mendaki dan turun
bukit.
Foto bersama di dekat Telaga Cebong |
Memang benar keindahan
panorama terbitnya matahari membuat kita senang terbingar-bingar, dingin yang
menusuk tulang sumsum seakan hilang terhempas bersama sinar mentari yang baru
datang dari ufuk timur. Lelah, haus, capek setelah mendaki terbalaskan dengan
keindahan bukit itu. Seakan kita berada di atas awan dengan di kelilingi
pegunungan Sindoro, sumbing dan Slamet.
![]() |
Gambar Elvi di ambil dari Google : Puncak Sikunir |
Di Sikunir kita akan
mendapati banyak turis manca negara, dari Belanda, jerman, Amerika, jepang,
korea, China
dan masih banyak lagi. Lantas bagaimana
soal Fenomena mistis yang ada di sikunir Dieng. Menemukan Bocah Gimbal Dieng Titisan Kyai Kolo Dete dan mengajak bersandau gurau akan menjadi pelengkap kunjungan anda ke Sikunir Dieng.
Dieng,
2 Juni 2015
Setiawan
Widiyoko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran anda adalah cambuk motifasi penulis