MENEKAN MAUT DI JALUR GANDA



Rel Ganda

Masih teringat dengan jelas,  berita head line Suara merdeka 16/7/14 dengan judul “ masih banyak perlintasan Maut” . seorang tiga remaja putri berseragam sekolah tewas seketika,  dihantam KA. Argo Anggrek di perlintasan sebidang  tanpa palang pintu di Banget ayu Semarang. Ketiga remaja tersebut berboncengan menggunakan kendaraan sepeda motor. Dilihat dari umur ketiganya belum memiliki surat ijin mengemudi (SIM).


Siapa yang salah dan siapa yang lalai. Didalam UU No. 22. Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan yang tidak memiliki surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (1), dipidana dengan  pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000 (pasal 281).
Kebebasan remaja dalam menggunakan kendaraan bermotor, tanpa di lengkapi SIM sudah menjadi budaya kekinian. Dalam kasus ini orang tua dapat dikatakan lalai, karena mengijinkan anak nya menggunakan kendaraan bermotor meskipun belum memiliki SIM.

Kasus lain seperti di perlintasan dukuh sinom karanganom kendal rabu 19/3/04. KA kaligung mas menabrak odong-odong  satu orang tewas, satu orang luka berat dan tujuh orang luka ringan,mereka tidak mendapatkan asuransi jasa raharja alasannya karena odong-odong yang mereka gunakan melanggar peraturan lalu lintas. Odong-odong dan Becak Bermotor merupakan jenis yang sama, dilarang kepolisian beroperasi dijalan raya.. 

Dan awal bulan Oktober ini daftar kecelakaan bertambah, kereta api Argo Bromo dari arah Surabaya menghantam penumpang mobil Kijang di perlintasan sebidang tanpa palang pintu di Desa Brambangan kabupaten Demak dengan korban Lima orang tewas dan 4 orang luka-luka (SM, 9/10/14). 

Banyaknya perlintasan sebidang masih menjadi titik rawan terjadinya kecelakaan jalan raya. Terlebih setelah dibangunnya  jalur rel ganda (Doeble Track) yang terhubung dari Surabaya-Semarang sepanjang 727 kilo meter pasti akan lebih berbahaya. 

Pasca Pembangunan jalur ganda  akan ada peningkatkan frekwensi kereta api yang melintas  hingga 200 KA/hari, dengan kecematan rata-rata 80 km/jam. Degan kecepatan tesebut kereta api tidak akan bisa berhenti mendadak meskipun didepannya ada objek yang akan tertabrak. Karena Kereta api membutuhkan waktu kurang lebih 25 detik atau setara dengan jarak 600-800 meter baru bisa berhenti setelah dilakukan pengereman secara mendadak.

Data yang dihimpun oleh Dishubkominfo Provinsi Jawa Tengah, perlintasan sebidang dijawa tengah pada tahun 2014 berdasarkan status jalan Nasional berjumlah 10 perlintasan, jalan provinsi : 47 perlintasan, jalan kab/kota : 203 perlintasan, jalan lokal/desa : 1.354 perlintasan.
Sedangkan tingkat kerawanan. Status sangat rawan : 902 perlintasan cukup rawan : 327 perlintasan, rawan : 172 perlintasan. Untuk perlintasan berpalang pintu : 504 perlintasan, yang tidak berpalang pintu 1.110 perlintasan.

Melihat data ditas masyarakat pengguna jalan raya perlu waspada dan sikap kehati-hatinnya dalam melintas diperlintasan sebidang. Tengok kiri dan kanan jika lintasan tidak berpalang pintu. Perlu adanya kesadaran menjaga keselamatan diri, Sayangi nyawa,  taati rambu lalu lintas,  dan berikan hak kepada kereta api untuk melintas lebih dulu. Seperti yang tertuang dalam PP. No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan pasal 64 “pada persilangan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan pengemudi harus mendahulukan kereta api dengan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dulu melintasi rel”. Masyarakat kita maunya menang sendiri dan perilaku yang kurang sabar. 

Perlintasan tanpa palang pintu dan perilaku Ranmor yang tidak sabar
Beberapa kecelakaan yang sudah terjadi tidak semestinya kita  menyalahkan PJKA secara sepihak, tetapi ada faktor lain yang perlu diperhatikan dan untuk diakannya perbaikan. Adapun faktor Penyebab terjadinya kecelakaan diperlintasan sebidang seperti faktor kelalaian manusia , faktor sarana dan prasarana serta faktor external/lingkungan. 

Pertama Faktor manusia yaitu petugas pengatur jalur, mereka memberikan sinyal, apabila ada pelanggaran maka akan berdampak pada waktu keberangkatan kereta api, bisa maju atau mundur.jika terjadi salah dalam pengiriman sinyal akan terjadi tabrakan antar kereta api.  Adapula pelanggaran perlintasan oleh pengguna jalan raya, mereka kurang hati-hati dan lupa/tidak tahu bahwa yang mereka lewati merupakan jalur rel ganda. Kedua : faktor sarana yaitu berkaitan dengan fasilitas palang pintu dan fasilitas keselamatan jalan yang kurang memadai sehingga tingkat keamananya sangat rendah. Ketiga : Faktor prasarana berkaitan dengan rusaknya jalan , perbedaan tinggi antara rel, posisi rel yang miring, bahkan tinggi rel dan jalan raya berjarak 10 cm sehingga pengendara yang lewat dapat terpeleset. Seharusnya jarak rel dan jalan raya berkisar 0,5 cm. KeEmpat : Faktor lingkungan,hal ini berakibat dari kebijakan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah perkotaan. Tidak sinkronnya pemisahan antara kawasan perlintasan kereta api dan kawasan permukiman. Bahkan di perlintasan Mranggen jalan raya Semarang-Purwodadi, sering terjadi kecelakaan, karena area tersebut sekarang menjadi pasar tumpah diwaktu pagi dan sore hari. 

Menerobos Lintasan meskipun petugas sudah membunyikan Sirine
Meskipun sudah ada sosialisasi tentang lalu lintas dan kereta api oleh Ditjen Hubdar RI kepada beberapa siswa SMA di Jawa tengah secara prosentase masih kurang cukup. Karena dengan jumlah SMA di Jawa tengah yang jumlahnya kurang lebih 28.000 (Dapodik, 2014 ) hanya 100 sekolahan yang mendapatkan sosialisasi sedangkan sisanya belum tersentuh sama sekali.

Langkah strategis
Untuk itu Perlunya PJKA menggandeng POLRI  untuk menekan angka kecelakaan kereta api,dengan cara  memberikan pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat melalui stiker,iklan di media cetak ataupun elektronik, tentang arti pentingnya tertib berlalu lintas. Penting juga memberikan pendidikan berlalu lintas kepada anak usia dini, ini semacam dogma yang di design sebagai peruntukan untuk masyarakat di masa mereka setelah dewasa nanti. 

Pembentukan komonitas-komunitas pecinta transportasi publik untuk keselamatan juga perlu dibentuk, karena merekalah pioner-pioner untuk mengkampanyekan pentingya sikap hati hati dalam berlalu lintas, khususnya diperlintasan kereta api. Komunitas ini akan mengkampanyekan kepada masyarakat melalui media gambar dan Film.

PJKA juga perlu menggandeng masyarakat sekitar perlintasan tanpa palang pintu, untuk menjadi bagian dalam menjaga palang pintu. Seperti yang sudah dilakukan Masfatun, seorang nenek yang berusia lebih dari 60 tahun. Dia melakoni menjaga perlintasan kereta secara sukarela lebih dari 2o tahun dikampung Kemang (Kompas 9/10/14). Bayangkan jika ada 500 sukarelawan di Jawa tengah,  maka ada sekitar  50% dari 1.110 perlintasan tanpa berpalang pintu yang nantinya dapat dikategorikan sebagai perlintasan  tidak rawan.

Referensi Gambar : 
1. http://cdn-2.tstatic.net/wartakota/foto/bank/images/20141013tidak-peduli-sirine-perlintasan-ka.jpg
2. http://kecelakaannews.blogspot.com/2012/04/carry-hancur-suzuki-versus-10-tewas.html
3.  bisniskeuangan.kompas.com


Semarang 9 Oktober 2014

Setiawan Widiyoko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran anda adalah cambuk motifasi penulis