PRAKTIK KORUPSI DI LADANG PARKIR SEMARANG

Dokpri: Pelanggaran parkir
Gegap gempita satu suara melawan korupsi demi Indonesia yang lebih baik, semangat ini yang ditunggu-tunggu oleh seluruh lapisan masyarakat. Perlu kita mengingat kembali makna korupsi dalam naskah kuno negara kertagama, corrupt arti harfiahnya menunjukkan kepada perbuatan yang rusak busuk, bejat, tidak jujur dan disangkut pautkan dengan keuangan. Kita bisa mengambil pelajaran dari banyaknya pejabat yang tersangkut  kasus korupsi. Lantas bagaimana dengan praktik parkir ilegal, yang meraup keuntungan dari publik dengan dalih retribusi, tentu perlu di pidanakan?


Masalah lalu lintas dan parkir merupakan masalah tipikal yang di alami oleh kota-kota besar di dunia.  Sistem transportasi komunitas modern kita yang humanis, merata dan kerbelanjutan tak lain harus menyediakan pengembangan transportasi massal (public transport ) kebijakan perparkiran (parking Policies)  yang baik. Kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Pontianak, Semarang belum berhasil dalam penataan perparkiran terlebih untuk mengendalikannya. Parkir menjadi perebutan ladang basah untuk meraup rupiah oleh sebagian preman perkotaan dan Oknum. Kasus parkir di tahun  2014 seperti seorang petugas Dishub Semarang dibacok oleh petugas parkir karena melakukan penarikan retribusi diluar jam dinas di jalan pahlawan, Seorang polisi dijalan Gajahmada Pontianak dikeroyok oleh preman bersenjata karena meminta jatah parkir, kasus lainnya di tahun yang sama seorang berseragam TNI di Jakarta membakar juru parkir lantaran tidak membayar jatah preman/ keamanan.

Kliping Pribadi: Kasus parkir liar
Perebutan lahan parkir biasanya menempati on street parkir ditepi jalan umum, jelas ini bertentangan dengan pusat pendidikan dan latihan departemen perhubungan darat, parkir dipinggir jalan tidak boleh karena akan menggangu kelancaran lalu lintas. Sedangkan Negara memalui UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah membebaskan pemerintah kota dan kabupaten untuk mengelola manajemen pemerintahan, termasuk pengelolaan parkir, misalnya penyediaan ruang dan harga parkir.

Celah korupsi
Kebijakan retribusi parkir di kota Semarang jika tidak hati-hati akan  menjadikan celah untuk melakukan korupsi di lahan publik melalui parkir liar di tepi jalan umum yang dapat menimbulkan kesemrawutan lalu lintas. Padahal jelas ini bertentangan dengan UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan pasal 43 ayat (1) penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar ruang milik jalan sesuai dengan izin yang diberikan. Menurut survey yang dilakukan penulis di kawasan komersial perkotaan kota Semarang , beberapa titik parkir tidak ada ijin dari walikota melainkan langsung dikelola oleh oknum seperti DISHUB, SATPOL PP, TNI, POLRI, Preman dan Organisasi Massa tertentu yang membekengi keberlangsungan praktik parkir illegal

Keluhan Masyarakat (SM 8/14)
Bahkan para pengelola parkir misalnya di kawasan simpang lima, seorang juru parkir tidak memiliki karcis parkir dan berani menarik biaya parkir diluar ketentuan untuk sepeda motor 2000 - 3000,-  sedangkan kendaraan roda empat 3000 -5000 untuk sekali parkir. Tindakan tersebut jelas melanggar  Perda kota Semarang No. 01 tahun 2004 tentang penyelenggaraan dan retribusi parkir pasal 7 ayat (2) pengelola parkir dilarang menyelenggarakan perparkiran tanpa ijin walikota; memungut pembayaran parkir di luar tarif yang telah ditetapkan.

Vito tanzi (1998) menjelaskan  bahwa korupsi dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak mematuhi prinsip yang dilakukan oleh perorangan disektor swasta atau pejabat publik. Juru parkir dalam hal ini melakukan bisnis parkir illegal yang di kelola oleh perorangan atau swasta dibekengi oleh oknum polisi, TNI, Dishub, Preman dapat dikategorikan sebagai perbuatan korupsi karena telah melakukan penarikan retribusi parkir yang tidak lazim dan melanggar ketentuan aturan yang berlaku. Kasus lainnya di Jalan Pandanaran Semarang titik parkir depan bank BRI di lelang oleh oknum sebesar Rp. 40.000.000 kepada perorangan, tindakan ini masuk dalam kategori perbuatan curang untuk meraup keuntungan pribadi atau kelompok melalui prasarana yang di miliki oleh negara.

Kliping Pribadi yang menyebutkan retribusi parkir bocor
Alasan PAD tidak sesuai target karena adanya kebocoran dalam retribusi parkir mencapai milyaran rupiah, padahal jika dihitung dengan kasat mata seharusnya tidak ada kebocoran. Mari kita hitung bersama, di kota Semarang ada lebih dari 900 titik parkir di ruang milik jalan.  Jika rata-rata pendapatan juru parkir per titik mencapai 30.000, maka per hari  pengelola bisa mendapatkan hasil 27.000.000 sebulan 810 juta jika setahun mencapai 9 milyar lebih. Padahal rata-rata pendapatan kotor juru parkir perhari dapat mencapai 100.000-200.000 lantas kemana larinya uang tersebut. sedangkan menurut pengelola parkir oleh pihak swasta tiap harinya harus setor kepada Dishub kota Semarang sebesar Rp. 12 juta/hari jika ada even/ hiburan di pusat kota bisa beda lagi setorannya karena masuk dalam kategori parkir isedentil, biaya retribusinya dua kali lipat parkir haribiasa. Lantas siapa penikmat rupiah hasil parkir di lahan publik?

Memberangus praktik parkir ilegal
Masyarakat menunggu kebijakan pemerintah dalam menangani masalah parkir, dan ketegasan dalam memberangus praktir parkir illegal yang sangat meresahkan masyarakat adapaun strateginya :
Kliping Pribadi: parkir Liar meresahkan
Pertama: pembentukan lembaga yang bertugas untuk mengawasi serta pengelolaan parkir sebagai langkah untuk meminimalisir adanya kebocoran. Dalam lembaga tersebut didalammyan terdapat dari akademisi bidang transportasi, penataan kota,  ekonomi serta LSM yang bergerak di bidang perlindungan konsumen dan pendapatan daerah. karena  wasdal parkir dishub selama ini kurang maksimal Kedua:  memberlakukan parkir berlangganan, pemerintah dapat menunjuk salah satu bank sebagai tempat penyedia voucer parkir berlangganan, langkah ini di maksudkan untuk meminimalisir adanya pungutan liar, sedangkan juru parkir harus memiliki sertifikasi oleh pemerintah kota. Artinya juru parkir terpilih tidak akan melakukan pungutan di luar ketentuan perda dan tidak ada lagi kabar adanya keluhan setoran dobel.
Contoh karcis parkir (tiap titik parkir memiliki kode dan jangka waktu yang berbeda)

Ketiga: jadilah masyarakat cerdas dalam bertransportasi dan membayar retribusi, maka setiap kali kita memarkir kendaraannya mintalah karcis parkir, jika juru parkir tidak memilikinya maka laporkan segera ke lembaga pengawas parkir, terkadang ada juru parkir nakal, mereka memberikan karcis parkir kadaluarsa. Ke empat: menindak tegas juru parkir yang kedapatan melanggar ketentuan perda dan memidanakannya termasuk oknum yang membekengi

di muat koran harian Suara Merdeka, 6 Juli 2015

Salam
Setiawan Widiyoko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran anda adalah cambuk motifasi penulis