Dokpri: Parkir harus di kendalikan agar tidak semrawut |
Kota-kota
besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Pontianak,
Semarang, Solo, Yogyakarta, Medan belum berhasil dalam penataan perparkiran terlebih untuk
mengendalikannya. Parkir menjadi perebutan ladang basah untuk meraup rupiah oleh sebagian preman perkotaan dan Oknum. Seorang petugas Dishub
Semarang dibacok oleh petugas parkir karena melakukan penarikan retribusi di
jalan pahlawan. Seorang polisi dijalan Gajahmada Pontianak dikeroyok oleh
preman bersenjata karena meminta jatah parkir, kasus lainnya seorang berseragam
TNI di Jakarta membakar juru parkir lantaran tidak membayar jatah preman.
Perebutan lahan parkir biasanya menempati on street parkir ditepi jalan umum, jelas ini bertentangan dengan pusat
pendidikan dan latihan departemen perhubungan darat, parkir dipinggir jalan
tidak boleh karena akan menggangu kelancaran lalu lintas. Kenyataan dilapangan
lain, pemerintah kota dan kabupaten demi peningkatan PAD melalui retribusi
melegalkan parkir dipinggir jalan dengan membuat banyak titik parkir yang
dioperasikan melalui pihak swasta.
Negara memalui
UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah membebaskan pemerintah kota dan
kabupaten untuk mengelola manajemen pemerintahan. Adapun wewenangnya
untuk pengendalian dan pemanfaatan ruang badan jalan di tiap koridor,baik pusat kota maupun
pinggiran, selain
pada jalan nasional . kebijakan yang sifatnya menguntungkan pemerintah daerah
perlu dilakukan penyediaan
jumlah ruang dan harga parkir yang
menempati on-street
parking dan off-street parking.
Banyak
negara berkembang memilki ruang parkir sangat terbatas, akhirnya mereka akan menempati parkir diruang milik jalan. Selain
pemerintah penyediaan lahan parkir menjadi tanggung jawab pemilik gedung dengan
perhitungan sesuai Satuan Ruang Parkir (SRP). SRP sendiri
merupakan ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang,
bus/truk, atau sepeda motor) ruang bebas
dan lebar buka pintu termasuk tempat bermanuver.
Pengendalian
ruang parkir dan penentuan tarif seringkali menjadi
hal hal yang tidak populer bagi masyarakat, kebijakan tersebut merupakan
pilihan yang relatif tidak banyak diketahui dan sulit diterima dibeberapa
negara berkembang seperti Indonesia. Misalnya
Larangan parkir di koridor Jalan Pandanaran Semarang per 1 Desember 2014 (SM 26/11/14), beberapa
pengusaha Protes karena pengunjung menjadi sepi. Kasus lainnya seperti operasi
parkir liar di Semarang (26/2/14) melalui penindakan penilangan dan
penggembosan diprotes warga dan juru parkir. Pemerintah Semarang sebelumya
sudah pernah mengamankan 30 Juru parkir liar (SM 10/10/13) sayangnya kegiatan
ini tidak rutin dilakukan.
Budaya masyarakat kita menganggap parkir harus gratis tidak
dipungut biaya,padahal ketersediaan ruang parkir menimbulkan pembiayaan yang
tidak sedikit, hal ini berkaitan dengan penyewaan lahan, dan pembayaran pajak.
.Apakah publik setuju jika beban biaya parkir masuk dalam pajak penghasilan,
pajak pendapatan atau pajak penjualan. Lantas bagaimana nasib mereka pengguna
transportasi umum yang tidak memiliki kendaraan. Ada juga masyarakat pengguna
mobil pribadi tidak suka jalan ketempat tujuan, mereka menginginkan parkir
harus disediakan persis didepan pintu. Tidak kesemuanya gedung memiliki parkir
di depan gedung, samping, belakang bawah atau atas gedung. Masing-masing gedung memiliki manajemen
parkir yang berbeda seperti ketersedian
ruang parkir, tarif parkir, batas maksimal lama parkir, serta pengguna yang di
istimewakan seperti pejabat dll.
Mendambakan
perkotaan bebas dari parkir seperti di Beijing, pemerintah telah mengistimewakan
pendudukanya melalui transportasi massal dengan membayar 2 RMB untuk Subway dan
1 RMB untuk Bus, atau setara dengan Rp. 4000 keliling Kedungsepur dan Rp. 2000
keliling kota Semarang. karena biaya parkir perkotaan di Beijing mencapai
50.000 perjam.
Terobosan baru
Pertama:
Pemodelan konsep Park and Ride atau lahan
parkir yang luas di tiap stasiun, terminal bus dan pusat perbelanjaan dapat
mengendalikan jumlah ruang parkir yang ada di koridor-koridor jalan pusat kota,
pengguna mobil harus diarahkan ditempat khusus parkir,selebihnya untuk tujuan
ke koridor jalan pusat kota pengembang Park
and Ride menyediakan Transportasi Umum
pemerintah kota Semarang sudah melakukan hal ini untuk kawasan kuliner di
Koridor jalan Pandanaran, tapi sayang
konsep ini belum banyak sosialisasi dan minim Infrastuktur, karena ketersediaan
lahan parkir yang tidak sesuai SRP
Kedua:
Memberikan biaya tarif parkir yang tinggi untuk
kawasan pusat kota, kebijakan ini
harus di lengkapi informasi zona parkir disepanjang koridor melalui Running tex LED display.
Setiap zona memiliki aturan yang berbeda beda baik
dari segi lama maksimal parkir dengan batas maksimal 3-4 jam, jika lebih lama
maka biaya parkir dua kali lipatnya, biaya retribusi parkir yang mahal dan
larangan zona parkir pada jam-jam tertentu, pada akhirnya pengguna mobil akan
memilih memarkirkannya di zona park and
ride dengan biaya yang lebih murah, nyaman dan aman.
Ketiga:
Memaksimalkan keberadaan BRT dengan menambahkan armada dan memperbanyak koridor
yang melintas diperkotaan, memberikan kepastian waktu berhenti di selter bagi
penumpang. Konsep seperti ini dinamakan Kebijakan Pemindahan Moda, Beijing
sangat terbantu dan berhasil dalam menekan kendaraan pribadi masuk keperkotaan
dan membersihkan jalan dari parkir kendaraan.
Grobogan, 27 April 2016
Setiawan Widiyoko
Halo mas setiawan, salam kenal dari blogger pemula klambu. Boleh nanya2 soal adsense nggak? Ini blog saya kabarklambu.blogspot.com
BalasHapushalo juga mas sigit, wah kita tetanggaan kalau begitu mas, saya asli dari Godong. mengenai Google adsense saya juga masih belajar mas, yang penting kalau kita sudah bangun blog atau web di daftarkan aja dulu. minimal umur web enam bulan dan isi tulisan ataupun gambar jangan banyak mengambil dari orang lain karena akan sulit untuk di terima oleh google adsense.
HapusDimana ada kemauan, disitu ada jalan
BalasHapusDimana ada jalan, disitu ada kemauan tukang parkir