Ketika
indonesia dihadapkan pada berbagia masalah ekonomi, sosial dan politik
pertanyannya bagaimana masa depan indonesia. Kajian tentang indonesia dimasa
depan belum ada yang menyentuh wilayah yang saat in ditinggali kurang lebih
63,41 persen penduduk Indonesia, yaitu desa.
Perkembangan
perkotaan bermula dari sebuah desa yang minim akan sarana dan prasarana,
kemudian dengan adanya pembangunan, industri, urbanisasi maka wilayah akan
bergeser dari desa ke kota, dari wilayah peri
urban ke perkotaan. Namun demikian sangat jarang sekali pembahasan
pembangunan desa yang berkelanjutan, ada pemerintah daerah yang konsen terhadap
desa satu-satunya di Indonesia Gubernur Jawa Tengah H. Bibit Waluya yang
sebelumnya pernah menjabat juga sebagai Pangdam IV Diponegoro. Bibit sangat
konsen terhadap desa, dapat dilihat dari slogan yang selalu digembor –gemborkan
“Bali Ndeso Mbangun Ndeso”
Pemerintah
yang saat ini getol tentang kampaye Menuju Desa 2030, yaitu fokus terhadap (1)
Kemiskinan dan Reforma Agraria (2) Otonomi desa dalam perspektif Politik dan
Budaya (3) Agropolitan dan keterkaitan desa-kota (4) Dinamika Ekologi Desa :
Evaluasi dan Prospek. Namun keempat fokus tersebut ada sisi kekhawatiran atau
kendala dan permasalahan yang mendasar seperti antara (1) terbasnya prasarana
dan sarana dasar, informasi peluang usaha/ pasar, serta pengetahuan, ketrampilan
teknis wirausaha masyarkat yang menghambat berkembangnya kegiatan ekonomi
rakyat di pedesaan (2) masih terbatasnya kemampuan masyarakat dan/atau lembaga
kemasyarakatan di pedesaan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan
prasarana dan sarana dasar pedesaan (3) belum mantabnya kelembagaan sosial
ekonomi masyarakat, serta (4) masih rendahnya kapasitas kelembagaan dan
keuangan pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pedesaan
yang telah menjadi urusan kewenangannya
Tentunya
tidak semua tujuan jangka panjang yang akan dilakukan dapat berjalan mulus,
tentunya banyak kerikil-kerikil yang akan menhambat didalam perjalanan
tersebut, hal in dikarenakan beberapa perbedaan antara desa dan kota, perbedaan
tersebut tentunya menjadi Isu kritis yang dapat menghambat Visi desa 2030
diantaranya adalah, permasalahan dari sisi pemerintah, permasalahan
ketersediaan SDA, permasalahan keterbatasan sumber daya finansial, permasalahan
sumber daya manusia, pemusaatan pembangunan dikota dan keberlanjutan pembangunan
desa berkaitan dengan ketersediaan energi dan kemampuan membentuk sumber
ekonomi baru, dan kerusakan lingkungannya.
Sistem
pemerintahan yang sentralistis dan pendekatan local goverment yang menempatkan
desa hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah telah mengabaikan keragaman
yang dimiliki desa-desa berdasarkan data, 69, 957 desa mengenal keragaman dan
59,5 % memiliki komposisi penduduk lebih dari dua etnis (podes, 2006 ) dari
keseluruhan desa yang memiliki keragamanan 45,2 diantaranya termasuk desa
miskin. Ini menunjukkan pendekatan yang keliru dalam menangani desa yang
memiliki keragaman.
Berkurangnya
lahan pertanian akibat konversi lahan akan menimbulkan dampat tersendiri,
menurut Hadi sabari Yunus, lahan pertanian di Indonesia semakin menurun, begitu
pula dengan penduduk yang bekerja sebagai petani terjadi penurunan secara signifikan. Penyebabnya
tak lain karena adanya Urbanisasi yang mendesak wilayah peri urban atau wilayah
pinggiran di tempati para pendatang baru sebagai kediaman sementara ( Hanya
bermalam ) atau menempati secara permanen karena para urban sudah bekerja tetep
di perkotaan. Pertanyaan yang perlu di jawab pemerintah saat ini adalah, desa
yang seperti apakah yang di jadikan projek dalam rangka menuju Desa 2030.
Cukup
sederhana saja, bagi pemerintah Visi Desa 2030 adalah membangun desa yang
mandiri, memiliki hubungan atas dasar prinsip saling menguntungkan dengan pihak
luar desa, mampu mengembangkan usaha-usaha diluar pemanfaatan SDA dan menjamin
keberlanjutan Ekologi dan ekonomi bagi masyarakatnya.
Visi
yang tersebut hanya merupakjan gambaran kasar tentang bentuk desa yang ingin
dicapai dimasa depan. Perubahan mungkin akan terjadi seiring dengan
perkembangan ekonomi lokal dan global yang terjadi dalam waktu pelaksanaan. Adapun
visi yang akan di capai dalam 2030 memiliki aspek sebagai berikut :
- Kemandirian
- Revitalisasi Desa
- Terpeliharanya nilai-nilai Lokal
- Keberlanjutan Ekologi dan Ekonomis
- Pertumbuhan Ekonomi berbasis kekuatan lokal yang dapat mewujudkan kemakmuran masyarakat.
Mandiri
artinya masyarkaat 2030 memiliki kualitas untuk memenuhi sarana dan prasarana
dasar, memenuhi kebutuhan pangan, menciptakan lapangan pekerjaan dan desa,
membangun pendidikan berbasis potensi lokal, membangun identitas yang berbasis
nilai dan budaya masyarakat lokal, merencanakan pembangunannya sendiri, serta
merumuskan capaian kemandirian, kesejahteraan ekonomi dan sosialnya sendiri.
Sulit
memang sulit, namun semua kesuksesan program pemerintah perlu dukungan dari
masyarakat luas. Program bali ndeso mbangun desao semoga dapat terealisasi dan
bukan hanya omongan sesaat. Penulis juga berasal dari desa yang jauh dari
perkotaan memiliki harapan penuh terhadap perkembangan desa menuju kemandirian
ekonomi. Jika lahan pertanian berkurang dikarenakan adanya konversi lahan,
konversi laha , hal ini pemerintah harus membarikan ketegasan terhadap
pemberian izin atas konversi lahan tersebut. Jangan hanya memintingkan investor
saja tapi lihat masyarakat kecil yang kurang mampu.
Demikian
sekelumit tentang pandangan Desa ke depan, masih banyak yang perlu di tulis ,
namun alangkah baiknya baca buku Menuju desa 2030, penerbit pohon cahaya 2011
By
: Setiawan Widiyoko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran anda adalah cambuk motifasi penulis