Penerimaan rutin daerah mengandalkan pendapatan
asli daerah, subsidi pemerintah pusat, dan pendapatan lain. Beberapa sumber
pendapatan itu dapat mengindikasikan kemampuan keuangan dari suatu daerah
otonomi. Salah satu pendapatan daerah yang bisa meningkatkan secara signifikan
PAD adalah retribusi parkir.
Mobilitas tinggi kota Semarang sebagai ibu kota
Provinsi Jawa Tengah ber-dampak pada tingginya kebutuhan akan transportasi,
termasuk kebutuhan lahan parkir. Hal itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh
oknum tertentu untuk meraup rupiah dari lahan publik (res communis) tanpa
memedulikan dengan dampak sosial yang timbul.
Pemberian fasilitas lahan parkir dengan dalih
memberikan pelayanan kepada masyarakat pada kenyataannya jadi peluang bisnis
oknum tertentu yang memiliki kekuasaan dan berpengaruh dalam lingkungan
perkotaan. Akibatnya, tujuan me-ningkatkan PAD dari penerimaan retribusi parkir
tak pernah tercapai.
Ada makna mendasar dalam tata kota di Semarang
mengenai sistem perparkiran, hal ini berkait cara pandang Pemkot dan masyarakat
tentang ketersediaan lahan parkir, baik on street parking (parkir di
badan jalan) maupun off street parking (di dalam gedung). Kemunculan lahan
parkir ilegal adalah wujud perampasan res communis kendati cara pemanfaatan ruangnya
berbeda. Faktanya, sebagian masyarakat tidak begitu peduli atas ’’penguasaan’’
lahan oleh pihak tertentu. Masyarakat menganggap lahan atau ruang yang tidak
digunakan secara maksimal merupakan res nullius (lahan tidak berpenghuni).
Di Semarang kita bisa melihat ada pihak tertentu
membuat titik parkir dengan cara mengaveling areal di tempat/ lokasi strategis,
semisal di depan Mal Ciputra Simpanglima atau depan E-Plaza. Ada kesan siapa
pun bisa dan boleh membuka lahan parkir, yang penting setor uang ke pihak tertentu
(SM, 22/2/13).
Karena itu, tak heran bila penerimaan dari sektor
parkir tak pernah sesuai target PAD. Padahal potensi per tahun diperkirakan
lebih dari Rp 65 miliar (SM, 30/5/13). Pada tahun ini rata-rata penerimaan dari
retribusi parkir per bulan baru Rp 230 juta atau Rp 2,7 miliar dalam setahun.
Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang Wiwin Subiyono mengingatkan perlunya profesionalitas pengelolaan parkir supaya bisa memenuhi target penerimaan PAD (SM, 30/5/13). Terkait hal itu, menurut penulis Pemkot perlu menerapkan beberapa upaya.
Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang Wiwin Subiyono mengingatkan perlunya profesionalitas pengelolaan parkir supaya bisa memenuhi target penerimaan PAD (SM, 30/5/13). Terkait hal itu, menurut penulis Pemkot perlu menerapkan beberapa upaya.
Pertama; Pemkot harus tegas melarang
’’pengavelingan’’ areal di tepi jalan untuk parkir karena akan menimbulkan
kemacetan dan kesemrawutan. Sebaik-nya, Pemkot menyediakan areal parkir di
tempat khusus, dengan retribusi parkir yang besarannya dibahas bersama DPRD.
Tempat itulah yang kemudian disewakan ke swasta untuk dikelola de-ngan pola
bagi hasil.
Lebih Realistis
Pemkot juga bisa lebih realistis menghitung
pendapatan dari retribusi karena sebelumnya pasti menyurvei jumlah kendaraan
yang memanfaatkan tempat parkir tersebut. Cara itu juga bisa menghindari
kebocoran penerimaan retribusi karena juru parkir sudah mendapat ’’gaji’’ dari
Pemkot, mendasarkan ketentuan upah minimum.
Kedua; memperbarui pelayanan parkir, semisal
mengeluarkan karcis parkir berlangganan yang bisa dibeli di tempat umum,
semisal bank, kantor kelurahan/ kecamatan, atau kantor pos. Pemilik/
pengendara kendaraan bermotor tinggal menyerahkan karcis kepada juru parkir,
dengan pengecualian tempat parkir yang dikelola sendiri oleh pemilik gedung,
semisal kantor, kampus, atau rumah sakit.
Ketiga; Pemkot wajib membuka loket pelayanan
pengaduan tentang pelayanan parkir, semisal ada juru parkir menarik jasa tidak
sesuai Perda Nomor 2 dan 3 Tahun 2013 tentang Retribusi Parkir, juru parkir
tidak memberikan karcis dan sebagainya. Cara itu sebagai bentuk akuntabilitas
atas pelayanan yang diberikan mengingat pemakai jasa sudah membayar retribusi.
(10)
Setiawan Widiyoko ST, SH
Mahasiswa Program Magister Lingkungan Perkotaan UNIKA Soegijapranata Semarang
mantab gan, lanjutkan mengkritik agar tata kota menjadi lebih baik
BalasHapusterimakasih atas sarannya
BalasHapus