EKSPLORASI DAN MITIGASI BENCANA



Gurita Bencana

Kita sangat prihatin dengan  Bencana yang rutin terjadi tiap tahun di Indonesia. Benar kita pernah tahu,  kita juga pernah  belajar dan kita juga sudah mengantisipasi, tetapi kenapa masih menelan korban, mungkin saja ada yang terlupakan program mitigasi kebencanaan kita saat ini.
Padahal pengalaman pahit bagi pemerintah dan masyarakat seperti Tsunami di Aceh, Banjir tahunan di Jakarta, Ambrolnya waduk Situ gintung, kebakaran Hutan dikalimantan dan sumatra. Kenapa kejadian ini berulang, manakah yang salah?


Keterlambatan mendeteksi bencanaan sering kali melemahkan ahli Geologi sebagai posisi yang mengurus soal kebencanaan. Kiranya perlu mengingatkan kembali kepada Gubernur, Walikota, Bupati, BNPB untuk eksplorasi terhadap wilayah yang rentan terjadinya bencana.
Ibarat menunggu Bom waktu saja, pengeprasan hutan dan perbukitan untuk kepentingan perumahan dan industri seperti menantang alam agar mengikuti nafsu manusia, jika alam mulai rapuh maka bencana akan hadir secara tiba tiba. 

Nampaknya perlu merubah sistem kebencanaan kita yaitu dengan cara Eksplorasi bencana, yaitu pemerintah harus banyak menjelajah lapangan untuk tujuan memperoleh pengetahuan dan penjajakan daerah yang diperkirakan rentan terjadinya bencana alam.

Seperti halnya Eksplorasi migas, rata-rata kesuksesan hanya sekitar 10-20%, artinya tebakannya 8-9 kali lebih sering meleset. Namun kegiatan ekplorasi akan mendapatkan minyak yang berlimpah. Teorinya semakin banyak mengebor akan semakin banyak tau tempat mana saya yang ada kandungan minyak berlimpah, meskipun terkadang ngebor tidak mendapatkan apapun.

Melakukan mitigasi kebencanaan, akan lebih banyak mendapatkan ketidak tepatan dan ketidak akuratan dalam mengantisipasi. Tetapi yang lebih sering melakukan mitigasi kebencanaan akan lebih banyak menyelamatkan lingkungan, alam, nyawa, harta dan waktu. Bagaimanapun juga namanya kewaspadaan tidak ada yang sia-sia.

Tanah longsor dikawasan permukiman setidaknya dapat di antisipasi sebelumnya jika masyarakat setempat faham akan pentingnya eksplorasi dan mitigasi. Masyarakat setempat pastinya sudah mengetahui seluk beluk wilayahnya, mereka seringkali melakukan orentasi medan untuk sekedar mencari kayu dan menanam pohon. Para pemuda desa yang memiliki hobi mencari burung tentunya faham akan adanya retakan-retakan tanah di wilayahnya.

Lemahnya pendidikan kebencanaan inilah yang mengakibatkan masyarakat tidak peduli tentang bencana yang akan datang. Nampaknya Kita  melupakan bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam menanggulangi maupun mengurangi bencana sebagai bentuk menjaga keamanan dalam kehidupan di Bumi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana hanya membahas segi teknik ketika bencana itu muncul,  sedangkan eksplorasi bencana sama sekali belum ada bahasan.

Pemahaman pola pendidikan dalam penanggulangan bencana hampir sama dengan pola doktrinasi tentang tata cara persiapan atau antisipasi hasil eksplorasi  dilapangan, ini sangat efektif dan positif  karena mereka sudah dapat ilmu pengetahuan tentang alam. Sisi positif tersebut paling tidak bisa mengurangi dampak resiko yang lebih besar terhadap bencana. 

Suatu contoh pendidikan yang diajarkan anak anak  tentang  fenomena bencana dan bagaimana  cara bereaksi  dalam merespon dengan cepat dan tepat, ini dalam rangka melindungi diri selama masa darurat itu ada. Misalnya pendidikan ditransmisikan melalui praktek budaya, lagu dan puisi. Pengetahuan sederhana misalnya “ Jika bumi bergoyang, segeralah menjauh dari pantai“. Ada juga puisi tentang menjaga lingkungan “ Lingkungan bersih, lingkungan sehat, buang sampah jangan disungai agar tidak banjir,  Lingkungan rusak manusia musnah “.  Puisi dan lagu diatas akan tertanam dalam pikiran anak anak untuk memahami ilmu tentang bencana. Seperti mitos yang diajarkan oleh leluhur kita akan terus tertanam hingga masa kekinian. 

Keraf dalam bukunya Etika Lingkungan menegaskan bahwa sikap peduli dengan alam harus tertanam di tiap individu hal ini demi kehidupan yang lebih panjang. Alam itu dinamis jika manusia terlalu berlebihan meng exploitasi alam,  maka alam punya masa dimana ia akan tetap kuat dan bertahan untuk bermanfaat bagi manusia atau alam tidak mampu menopang kehidupan manusia lagi. seyogyanya alam dan manusia adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan.
 
Diagram Mitigasi Bencana, Di Unduh dari Google
Reformasi Mitigasi Bencana
Dipungkiri atau tidak sistem tanggap bencana di Indonesia masih sangat lemah, masyarakat menganggap bahwa bencana yang terjadi adalah tanggung jawab pemerintah, yaitu tentang bagaimana meng evakuasi korban, memberikan pertolongan sampai kepada rehabilitasi infrastruktur yang rusak akibat bencana.

Untuk itu perlu Pertama : Memasukkan kurikulum kebencanaan untuk pendidikan sejak usia dini melalui sekolahan, melalui budaya, lagu dan puisi, termasuk mengajarkan simulasi  dan persiapan apa saja yang perlu dibawa, termasuk cadangan makanan, alat komunikasi dan alat penyelamatan ketika terjadi bencana.

Kedua : Mengkader masyarakat untuk belajar mitigasi bencana untuk menjadi pioner-pioner terdepan ketika melihat adanya kejanggalan alam,hal ini dapat dilakukan dengan cara kegiatan eksplorasi alam, misalnya ada tanah retak di dataran tinggi, ada bendungan yang kurang kokoh,  mereka dengan tanggapnya akan memberikan informasi segera kepada pemerintah, bukan apatis membiarkan begitu saja.

Ketiga : Adanya Cyber Demografi oleh badan meteorologi dan Geologi, sebuah data yang menyatakan daerah rawan bencana atau daerah yang nanti akan terkena dampak paling buruk, informasi semacam ini dapat diakses oleh masyarakat melalui Handphone, Android, Tablet dan Internet.

Setiawan Widiyoko, ST, SH
Di Muat Koran Harian Suara Merdeka, 4 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran anda adalah cambuk motifasi penulis